Senin, Juni 08, 2009

Peran Masyarakat Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik

Amanat yang dikaruniakan Allah sesungguhnya sangat berat untuk dilaksanakan. Seorang ayah, harus mendidik anaknya, seorang pedagang harus berdagang dengan benar, seorang pekerja harus bekerja dengan benar, seorang pemimpin, harus memimpin dengan benar. Demikianlah setiap orang menanggung amanatnya masing-masing. Semua ini, harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Rasulullah SAW bersabda :

"Setiap orang dari kalian adalah pemelihara yang akan dimintai pertanggungjawaban atas pemeliharaannya. Seorang Imam adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan keluarganya, dan seorang perempuan adalh pemelihara di rumah suaminya, dan seroang pelayan adalah juga pemelihara atas kepemeliharaannya." (HR. Bukhari).

Namun, kita memahami bahwa setiap amanat yang dikerjakan karena Allah, niscaya akan mendatangkan kebaikan. Sebaliknya setiap amanat yang dikerjakan karena menuruti hawa nafsu dan mementingkan diri sendiri, sudah pasti akan membawa madharat atau kerugian. Jenderal Khalid bin Walid ra memberikan contoh kepada kita bahwa segala sesuatu yang dimiliki adalah amanat Allah. Dikisahkan bahwa menjelang peperangan, Umar bin Khatab selaku khalifah memecat Jenderal Khalid bin Walid. Ia diganti oleh Abu Ubaydillah ra.

Dalam hatinya, Khalid bertanya kesalahan apa sehingga Khalifah memecatnya. Padahal kemenangan demi kemenangan telah diraihnya dalam setiap pertempuran. Ternyata Umar bin Khatab memecatnya justru karena ia mencintai Khalid bin Walid. Umar berkata, "Kau adalah panglima hebat. Di tanganmu kehormatan agama Islam ditegakkan dan orang-orang yang tertindas terlindungi. Namun, aku khawatir kau akan merasa bangga diri dengan kemenangan-kemenanganmu sehingga kau melupakan Allah."

Khalid bin Walid menangis di hadapan Khalifah Umar ra. Ia merasa bahagia karena khalifah telah membebaskannya dari api neraka. Sebab sekiranya ia terserap dalam kebanggan diri, maka Allah akan menghapus perjuangannya. Sehingga tidak mendapat balasan akhirat, melainkan balasan dunia yaitu nama besar saja.

Namun demikian, Khalid bin Walid ra tidak mutungi, kecewa dan ngrecoki Abu Ubaydillah ra selaku panglima perang yang baru. Sebaliknya, ia turut serta jihad fi sabilillah bersama-sama dengan ummat Islam. Sebab Khalid bin Walid jihad fi sabilillah karena Allah. Khalid bin Walid bekerja untuk Allah, bukan karena harta rampasan, nama besar dan jabatan. Khalid bin Walid ra sama sekali tidak bekerja agar dipuji dan dicintai Umar bin Khatab selaku khalifah; melainkan ia bekerja agar Allah ridha kepadanya. Sehingga ia selalu berjuang dengan gigih demi Allah.

Kekuasaan sepertinya merupakan sesuatu yang menggiurkan. Semua orang berlomba mendapatkan kekuasaan. Memang, kekuasaan memberikan kehormatan dan harga diri. Namun, kita lupa bahwa, kekuasaan itu menuntut tanggung jawab.

Disinilah kekuasaan itu menjadi tidak mudah. Sebab, kekuasaan tidak bisa dilihat hanya sekedar sebagai panggung tempat pemegang kekuasaan untuk tampil dan mempertontonkan kehebatannya. Kekuasaan harus memberikan manfaat kepada masyarakat yang dipimpin. Kekuasaan harus dipakai untuk memberikan kesejahteraan umum ( bonum publicum).

Mengapa demikian ? Kekuasaan yang tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akan melahirkan kesengsaraan dan penderitaan masyarakat. Kekuasaan tanpa tanggungjawab akan menghancurkan kehidupan masyarakat. Sejarah telah menunjukkan bahwa salah satu diantara sebab kehancuran dunia adalah kedzaliman pemimpin. Kekuasaan, menuntut tanggungjawab dan akan dimintai pertanggung jawabannya di hari akhirat kelak.

Setidaknya ada empat hal yang meruntuhkan tata kemasyarakatan. Pertama, kedzaliman pemimpin. Kedua, pengkhianatan dan kebohongan 'alim 'ulama atau kaum terpelajar. Ketiga, kebakhilan orang-orang kaya. Keempat, amarah kaum dhu'afa.

Kepemimpinan tidak terbatas pada pemerintahan atau negara saja. Namun juga meliputi kepemimpinan dalam keluarga. Menjadi seorang suami atau ayah, berarti juga menjadi pemimpin. Oleh karena itu kedzaliman juga bisa terjadi di dalam keluarga. Seorang suami atau ayah yang semena-mena, tidak memperhatikan akhlak dan budi pekerti keluarga, juga dapat dikategorikan sebagai kedzaliman.

Dengan lain kata, menjadi seorang pemimpin di dalam keluarga bukan hanya menguasai keluarga dan mempertontonkan kekuasaan di hadapan anak isterinya. Namun juga harus ingat akan tanggung jawabnya. Sekecil apapun kekuasaan yang dimiliki hendaklah dipakai untuk memberikan kesejahteraan dan manfaat kepada orang yang dipimpin.

Untuk itulah, tidak semua orang berhasil ketika diberi kekuasaan. Bahkan, seringkali kekuasaan itu hanya dipakai untuk kepentingannya sendiri, hanya dinikmati kehormatannya, tidak tanggung jawabnya. Dengan kekuasaan itu, banyak orang menjadi lupa diri dan merasa menjadi orang yang tak tertandingi.

Keikhlasan menuntun jiwa kita menghamba kepada Allah dengan benar. Karena Allah seorang isteri melayani suami. Karena Allah seorang suami memberi nafkah karena diperintahkan Allah. Seorang pelajar belajar karena Allah. Seorang karyawan bekerja karena Allah. Pengabdian kepada Allah menuntun kita sebagai anggota masyarakat merasa wajib mendorong, menasehati dan berpartisipasi dengan segala kemampuan yang dimiliki agar kehidupan menjadi semakin baik.

Sesungguhnya mencari ridha Allah sangat sulit. Seseorang harus memilih menuruti hawa nafsu atau ridha Allah. Namun iman dan rasa takut kepada Allah menuntun kita untuk mencari ridha Allah. Semoga kita dikaruniai kekuatan dan keberanian untuk senantiasa berbuat kebajikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar