Selasa, Juni 09, 2009

Kewajiban Hidup Sederhana

Setiap orang yang mendambakan kebahagiaan dunia dan akhirat, pasti akan berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Namun terkadang kita lupa, bahwa kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik, sehingga kita selalu merasa bersedih manakala Allah tidak mengabulkan segala hal yang diinginkan di dunia ini. Akibatnya, kita berburuk sangka kepada Allah dengan menganggap Allah tidak adil dan tidak memperhatikan hamba-Nya.

Kehidupan duniawi bisa menyilaukan mata, sehingga banyak orang menggunakan segala cara agar memperoleh segala kenikmatan dunia ini. Tidak peduli apakah cara yang ditempuhnya menyalahi syariat Allah atau tidak. Yang penting, semua keinginannya tercapai. Cara hidup demikian, justru tidak menjamin keselamatan dan kebahagiaan dunia. Sebaliknya seringkali berbuah kesengsaraan dan malapetaka. Jikapun kita memperoleh harta yang banyak dengan cara yang tidak sah, maka harta tersebut akan mencelakakan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran, ayat 117 yang artinya :

"Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. "

Dorongan untuk memperoleh harta sebanyak-banyaknya merupakan hal yang wajar bagi setiap manusia. Namun demikin janganlah dorongan ini menjadikan kita mencari harta dengan cara yang tidak sah atau melanggar syari'at Allah dan merugikan sesama manusia. Hendaknya kita takut kepada Allah dengan senantiasa menghindar ancaman dan siksa Allah. Rasa takut ini kita wujudkan dengan bersungguh-sungguh mencari kenikmatan atau kebahagiaan dunia secara wajar dan benar.

Kita dapat mengambil teladan dari pemimpin dan orang-orang shaleh di zaman dahulu. Salman al Farisi misalnya. Beliau adalah salah seorang sahabat yang dijamin masuk syurga. Beliau meninggalkan keluarganya yang kaya raya untuk mencari kebenaran agama Islam. Allah memberinya petunjuk bahwa kehidupan yang selama ini dijalankannya tidak mampu menyelamatkannya di akhirat. Sehingga ia meninggalkan Persia dan memutuskan hidup di Madinah mendampingi Rasulullah SAW.

Pada masa Khalifah Umar bin Khatab ra, beliau diangkat sebagai gubernur Kufah atau Irak. Kaum musliminin sudah menanti-nantikan kedatangannya. Mereka mengira Gubernur Salman Al Farisi akan datang ke Madinah dengan segala kemewahan dan pengawal-pengawalnya sebagaimana kebiasaan pejabat-pejabat Kekaisaran Persia.
Namun penduduk Madinah sangat terkejut karena Salman al Farisi datang sendirian dengan mengendari seekor keledai sehingga hampir-hampir semua penduduk Kufah tidak ada yang mengenalnya.

Salman al Farisi menjalani hidupnya dengan jujur, taqwa, sennatiasa menjaga kehormatan dan menegakkan keadilan dan keseajhteraan masyarakat. Masyarakat pun mendapat petunjuk Allah untuk senantiasa mendukung Salman al Farisi dalam menjalankan amanatnya. Ia menerima gaji dari Khalifah Umar bin Khatab ra, namun tidak dipergunakan untuk berfoya-foya atau menambah kemewahannya. Ia mempergunakan gajinya sepertiga untuk keluarga, sepertiga untuk hadiah, dan sepertiga zakat.

Di penghujung usiannya, ia menangis di hadapan pemeriksa yang akan memeriksa harta yang akan ditinggalkannya. Padahal ia hanya memiliki permadani untuk menyambut tamu-tamunya saat mereka berada di majlis pemerintahannya, sebuah tongkat untuk menopang tubuhnya ketika berkhotbah dan beberapa peralatan makan seperti piring.

Mereka bertanya :"Mengapa engkau menangis ?"
Salman menjawab :"aku menangis karena Rasulullah SAW bersabda :

"Hendaklah bekal seseorang diantara kalian dari dunia ini sama seperti bekal seseorang yang bepergian, (HR. Ahmad)," sedang kita terlalu memperbanyak duniawi.
Mereka bertanya :"Dunia manakah yang diperbanyak olehmu ?." Salman menjawab :"Apakah kalian meremehkan ? Sesungguhnya aku takut bila diminta pertanggungjawaban pada hari kiamat nanti tentang permadani, tongkat dan piring ini."

Maha Suci Allah, kesederhanaan hidup Salman al Farisi sama sekali tidak menunjukkan bahwa kita semua harus hidup dalam keadaan fakir miskin, namun semata-mata mengajarkan kepada untuk tidak menjadikan dunia ini sebagai tujuan hidup. Sebab jika dunia menjadi tujuan hidup, maka kita semua akan melalaikan kehidupan akhirat. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dari kehidupan dunia.

"Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas". (Q.S. Adh-Dhuha:4-5).
Oleh karena itu, janganlah kita menjadikan kesempatan hidup di dunia ini hanya sekedar untuk menumpuk-numpuk harta kekayaan seraya melupakan tujuan akhirat. Sesungguhnya setiap kenikmatan yang diperoleh, pasti akan diminta pertanggungjawabannya. Ketakutan pada Allah akan menuntut kita pada sederhanaan, tidak serakah di dalam mencari kenikmatan dunia, dan senantiasa mengingat ancaman dan siksa Allah manakala kita melanggar syari'at atau hukum-hukum-Nya.

Dan ketahuilah bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum Allah, pasti akan merugikan orang lain, menghancurkan persaudaraan, mempermudah permusuhan, memperluaskan kebencian dan amarah sehingga akhirnya kehidupan pun menjadi tidak barakah. Sebaliknya, kesederhanaan mengantarkan hidup manusia pada persaudaraan, kasih sayang, kesahajaan, sedekah, kemakmuran, kebahagiaan dan jauh dari laknat. Ketahuilah pula bahwa kerakusan mendekatkan manusia pada jalan syetan yang terkutuk seperti memakan harta anak yatim, tidak memenuhi hak-hak fakir miskin, korupsi dan manipulasi; sehingga keadilan dan kemakmuran sulit diwujudkan dalam kehidupan kita.

Saudara-saudaraku, ingatlah Allah akan meminta pertanggungjawaban kita semua sebagaimana dinyatakan dalam surat At Takatsur, ayat 1-8.

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar