Selasa, Juni 09, 2009

Keterbatasan Sumber Alam

Marilah taqwa kepada Allah dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Dengan taqwa inilah, kita akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Dan ketahuilah, bahwa diantara bukti taqwa kita kepada Allah, adalah senantiasa mau mensyukuri sumber-sumber alam dan mempergunakannya untuk kesejahteraan bersama.

Semua makhluk Allah bersifat fana, tidak kekal dan pasti terbatas. Alam semesta ini pun terbatas. Segala keindahan alam, gunung-gunung, dataran tinggi, perbukitan, laut dan telaga yang bisa kita nikmati setiap hari, suatu saat pasti akan binasa. Namun demikian, bukan berarti kita boleh membiarkan begitu saja, tanpa mau memperhatikan dan melestarikannya.

Meskipun alam bersifat terbatas, namun manusia dianugerahi Allah dengan hati, akal pikiran dan agama untuk mengelolanya. Manusia mampu mengatasi berbagai keterbatasan alam. Tetapi manusia juga seringkali bertindak semena-mena terhadap alam, sehingga alam "marah" kepada manusia dan manusia pun ditimpa kesengsaraan.

Saudara-saudaraku, sejarah menunjukkan bawa manusia dengan kemampuan akal pikirannya mampu menghadapi berbagai tantangan lingkungan. Hanya dalam hal ini, janganlah kita mempertahankan kepentingan diri belaka, tetapi wajib mempertahankan kepentingan ummat manusia. Dengan hanya mementingkan diri sendiri, terutama dengan keserakahan atau ambisi pribadi, manusia tidak dapat menghadapi tantangan-tantangan lingkungan, bahkan akan mengancam kehidupan seluruh ummat manusia.

Ketahuilah, kemampuan alam sesungguhnya seperti manusia. Perlakuan yang salah dari manusia akan membebani alam, sehingga alam tidak mampu menampung dan bertoleransi terhadap masalah yang makin lama makin berat; dan akhirnya alam memuntahkan segala beban itu dengan menghancurkan kehidupan manusia.

Kawasan-kawasan atau lingkungan yang telah rusak; tidak hanya menghancurkan kita semua, melainkan juga pihak-pihak yang tidak terlibat langsung. Sebagai contoh, jika kawasan hutan Wonosobo rusak, maka wilayah Banjarnegara, Temanggung dan sekitarnya pun akan merasakan dampaknya. Maka, ingatlah kita selaku makhluk yang telah diamanati Allah.

"Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S.6:165)."

Namun kita harus menyadari bahwa Allah tidak menyebutkan manusia sebagai penguasa bumi, melainkan sebagi pemakmur bumi. Dengan demikian manusia tidak boleh berbuat sewenang-wenang atau menuruti hawa nafsu demi mengejar keuntungan pribadi, namun haruslah kita sadari bahwa manusia harus mengelola bumi dengan sebaik-baiknya agar menjadi sumber penghidupan. Sebaliknya, jika manusia berbuat sewenang-wenang, bumi tidak akan menjadi sumber penghidupan, malah menjadi sumber kebinasaan dan kesengsaraan kita semua.

Oleh karena itu, marilah kita merenungkan dengan pikiran dan hati kita, bahwa sesungguhnya manusia adalah "pekerja Tuhan", yaitu manusia harus tunduk dan bertanggungjawab kepada Tuhan atas perlakuannya terhadap bumi ini. Maka, kewenangan yang diberikan kepada kita semua untuk mengolah bumi dan memanfaatkan isi bumi, bukan berarti tanpa akhlak. Karena sesungguhnya, bumi juga makhluk Allah yang harus dipelihara sebagai suatu makhluk yang kemampuan hidupnya terbatas. Bumi memang untuk manusia, tapi apa yang diperoleh manusia dari bumi adalah sebagai rezeki Allah yang digunakan untuk keselamatan, bukan digunakan untuk berbuat kerusakan.

Keserakahan merupakan sifat buruk manusia. Di dalam keserakahan itu akan muncul dendam, iri hati dan permusuhan, sehingga menimbulkan berbagai masalah yang sangat merugikan masyarakat.

Sebaliknya keseimbangan, keadilan dan kesederhanaan menumbuhkan persaudaraan, belas kasih dan do'a-do'a yang menyelamatkan dan menjadikan hidup ini diberkahi Allah. Namun, kesederhanaan dan keserakahan ini semua berpulang pada seberapa kejam manusia terhadap lingkungannya.

Saudara-saudaraku, diketahui atau tidak, perusakan lingkungan dapat menyengsarakan siapa saja termasuk diri sendiri dan generasi penerus di masa yang akan datang. Sekecil apapun kerusakan yang terjadi, dapat menjadi besar apalagi bila kerusakan itu terjadi di mana-mana.
Sudah jelas bahwa ketika peraturan tidak ditegakkan, maka segala hubungan antar sesama manusia atau sesama makhluk Allah lainnya, pun menjadi rusak. Akibatnya, manusia akan bertindak semena-mena dikarenakan sudah tidak ada peraturan yang ditaati.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.


"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (Q.S. Al A'raf:56).

Larangan membuat kerusakan ini merupakan kebijakan Allah, karena Dialah Yang Maha Mencipta dan Mengatur. Maha Suci Allah, sekiranya manusia tidak menaati larangan Allah ini, maka manusia tidak akan memahami keterbatasan alam ini. Jangan lupa, kecerdesan manusia bisa membahayakan dirinya sendiri. Berbagai bencana buatan manusia, bermula dari inovasi dan daya pikir manusia sendiri. Jangankan nuklir, dan teknologi persenjataan, obat-obatan pun memiliki bahaya masing-masing.

Saudara-saudarakau, kita semua bisa menjadi warga bumi yang terhormat, manakala kita memahami kedudukan kita di bumi. Ketahuilah, kita bukanlah pemilik dan penguasa. Kita hanya mendapatkan amanat Allah. Jadi, setiap orang adalah pengelola sekaligus pemantau lingkungannya. Tanggungjawab sebenarnya ada pada diri masing-masing. Yaitu, kelak di hari kiamat : suatu hari dimana kita semua tidak dapat berbohong atau menyuap para malaikat agar mendapatkan ampunan Allah.

Untuk mengatasi keterbatasan alam ini, kita semua harus berbuat baik. Perbuatan baik ini dapat diwujudkan dengan memperbaiki lahan kritis, hutan gundul dengan menanam tanaman keras dan memelihara kelestariannya serta senantiasa mengendalikan diri dari sifat rakus,

"Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah ni`mat-ni`mat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan". (Q.S. Al A'araf:74).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar