Selasa, Juni 09, 2009

Mewujudkan Negeri yang Baik

Marilah bertaqwa kepada Allah, yakni dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketahuilah, taqwa juga mengandung arti "menghindar" karena sesungguhnya orang yang bertaqwa berarti menghindar dari ancaman dan siksaan Allah.

Diantara kebahagiaan kita adalah manakala kita hidup dalam rasa aman, adil, makmur dan sejahtera. Allah menyatakan bahwa suatu tempat, daerah atau masyarakat yang hidup dalam kebahagiaan dan kesejahteraan adalah masyarakat yang thayyib dan penuh ampunan Allah, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya :

"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". (Q.S. Saba:15)


Ayat ini bagaikan menyatakan : Kami bersumpah bahwa sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda kekuasaan Allah di tempat kediaman mereka. Yaitu wilayah yang sekarang terletak di Yaman Selatan.


Memang kerajaan Saba' ini adalah adalah kerajaan yang sangat makmur, aman dan sentosa sehingga Allah memerintahkan agar kaum Saba' bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengampun. Negeri Sab'a ini memiliki pengaruh yang sangat luas hingga ke benua Afrika dan memiliki bendungan yang sangat besar dan kokoh bernama bendungan Mi'rab serta mampu mengairi seluruh wilayahnya, sehingga menjadikan tanah subur dan rakyatnya makmur.

Ada dua hal yang harus kita perhatikan dalam firman ini.
Pertama, "thayyibatun" berarti sesuatu yang sesuai, baik dan menyenangkan bagi seseorang. Negeri yang baik antara lain adalah yang aman sentosa, melimpah rezekinya dapat diperoleh secara mudah oleh penduduknya, serta terjalin pula hubungan harmonis kesatuan dan persatuan antar anggota masyarakatnya.

Oleh karena itu negeri yang baik tidak mungkin terwujud dalam pemerintahan dan tata masyarakat yang tidak teratur, suka bermusuhan dan saling merugikan. Dengan demikian, setiap orang semestinya bekerja keras dan berbuat baik agar dapat mewujudkan negeri yang baik. Yakni negeri yang dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya, sehingga masyarakat merasa ikhlash. Negeri yang baik, sudah pasti jauh dari korupsi dan kolusi. Sebab korupsi dan kolusi di Negara manapun di dunia ini merupakan perilaku yang merugikan Negara dan masyarakat.

Kedua, rabbun ghafur. Tuhan Yang Maha Pengampun. Pernyataan Allah bahwa Dia Maha Pengampun memberi isyarat bahwa satu masyarakat tidak dapat luput dari dosa dan kedurhakaan. Pada masa Rasulullah SAW pun ada anggota masyarakat beliau yang berdosa. Namun, Rasulullah SAW berjuang menyelelamatkan manusia dari dosa-dosa tersebut, sehingga negerinya mendapatkan berkah lahir bathin.

Meskipun Allah selalu melimpahkan aneka anugerah kepada kaum Saba', dan senantiasa pula membuka pintau taubat, namun mereka tidak peduli. Lalu mereka berpaling mendurhakai nikmat Allah dan tidak mensyukuri nikmat-Nya itu, maka Allah mendatangkan kepada mereka banjir yang besar yang merobohkan bendungan dan memusnahkan perkebunan mereka. Dan Allah mengganti kedua kebun yang ditumbuhi pepohonan yang berbuah pahit dan pepohonan yang tidak berbuah dan penuh duri.

Demikianlah Allah memberi balasan dengan menjatuhkan siksa tersebut disebabkan karena kekafiran, yakni kedurhakaan dan keengganan mereka bersyukur. Dan Allah tidak membalas, yakni menjatuhkan siksa yang demikian itu melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kufur kepada Allah dan mengingkari nikmat-nikmat-Nya. Adapun bagi orang-orang mukmin, yang bertaqwa kepada Allah, balasan atau imbalan yang mereka terima adalah imbalan yang lebih baik, yakni kebahagiaan akhirat dikarenakan mendapat ampunan Allah.

Allah SWT menggambarkan bagaimana akibat orang-orang yang kufur dan tidak mau mensyukuri nikmat-Nya sebagaimana dinyatakan dalam surat Sab', ayat 16-17.

"Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr."

"Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir."

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Segala sesuatu yang dinugerahkan Allah kepada kita, hendaknya kita pelihara dengan sebaik-baiknya agar menjadikan hidup kita aman, sentosa dan makmur. Jika kita tidak dapat memelihara anugerah Allah, maka cepat atau lambat Allah akan menimpakan siksa kepada kita.

Janganlah kita menganggap siksa yang ditimpakan Allah kepada kita hanya terbatas dengan siksa neraka jahannam di akhirat. Namun segala hal yang membuat kita menjadi tidak aman, tidak sentosa dan tidak makmur, sesungguhnya merupakan penyebab datangnya siksa di dunia.
Bentuk daripada kekafiran kita kepada Allah bukanlah semata-mata karena kita tidak shalat atau tidak puasa saja. Segala tindakan kita yang mengingkari Allah, sesungguhnya merupakan kekafiran. Na'udzubillahi min dzalik. Setiap kali orang menipu, memeras, mencuri dan merampas hak orang lain, maka perbuatan ini pun termasuk perbuatan kufur karena Allah tidak memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat kejahatan. Sebaliknya, Allah memerintahkan hamba-Nya agar berbuat baik kepada sesama, melayani orang lain dengan ramah dan hormat, berkasih-sayang, rendah hati, tidak sombong, tidak menyepelekan orang lain dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat.

Dengan demikian, keamanan, kesentosaan dan kemakmuran suatu negeri tidak terwujud secara tiba-tiba. Akan tetapi harus diupayakan dengan sebenar-benarnya. Mustahil kita membangun sebuah rumah yang kokoh, nyaman, dan bagus, manakala orang yang mengerjakannya tidak benar dan bahan-bahan bangunannya tidak sesuai aturan. Demikian pula negeri yang baik harus diwujudkan dengan ilmu yang baik, budi pekerti yang baik, dan bahan-bahan yang baik. Demikianlah, janganlah kita mengharapkan Negara atau masyarakat yang baik, jika kita tidak memulainya dengan perbuatan baik. Takutlah akan siksa Allah. Semoga Allah mengampuni kita semua. Amin ya rabb al 'alamin.

Dua Golongan Yang Mampu Memperbaiki Ummat

Marilah bertaqwa kepada Allah, yakni dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketahuilah, taqwa juga mengandung arti "menghindar" karena sesungguhnya orang yang bertaqwa berarti menghindar dari ancaman dan siksaan Allah.

Di dalam agama Islam, 'ulama digolongkan sebagai orang yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya. Oleh sebab itu, 'ulama adalah gelar yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman, tunduk, ta'at dan melaksanakan syari'at Allah, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Fathir, ayat 28.

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita adanya dua kelompok manusia yang menentukan baik buruknya masyarakat.

Pertama, 'ulama. Firman Allah dalam surat Al Fathir di atas menyebut 'ulama sebagai sekelompok manusia yang paling takut kepada Allah, karena para 'ulama ataupun cerdik pandai mengetahui rahasia penciptaan makhluk Allah. Dari mengetahui makhluk Allah ini, mereka mengenal Allah dengan sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan-perbuatan Allah. Pengenalan yang bersifat sempurna sehingga hati mereka menjadi tunduk kepada Allah. Mereka mengetahui ganjaran dan balasan setiap perbuatan yang dilakukannya, sehingga makin bertambah ilmunya, mereka makin takut kepada Allah.

Pengetahuan atas semua dampak dari setiap perbuatan inilah yang menjadikan mereka digolongkan sebagai sekelompok orang yang paling takut kepada Allah. Sesungguhnya mereka selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Allah anugerahkan kepada mereka serta membimbing manusia agar mengenal Allah dan melaksanakan perintah-perintah Allah supaya selamat dunia akhirat dan supaya Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya.

'Ulama adalah benteng terakhir dari setiap pertempuran antara kekuatan buruk dan baik. Sekiranya mereka tidak mengenal Allah dan tidak menjalankan syari'at Allah, pasti semua masyarakat pun akan mengikuti mereka. Dengan lain kata sudah tidak ada lagi batasan mana yang haq dan bathil karena manusia tidak mengenal Allah dan tidak mengetahui balasan-balasan Allah.

Kedua, 'umara. 'Umara berhubungan dengan imarah, yakni kemakmuran. Mereka adalah sekelompok manusia yang mengetahui kebutuhan-kebutuhan kemasyarakatan, kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran. Mereka dipercaya mampu mewakili masyarakat untuk membawa kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera.

Rasulullah SAW bersabda :

"Ada dua golongan dari ummatku; jika mereka baik, maka ummatpun akan menjadi baik, yaitu pemerintah dan 'ulama". (HR. Abu Nu'aim).

Sedemikian pentingnya peran 'umara dan 'ulama sehingga baik buruknya 'ummat ditentukan oleh kedua golongan ini. Hal ini dapat dipahami sebagaimana kerusakan-kerusakan yang terjadi di dalam masyarakat sesungguhnya disebabkan tumbuh suburnya kebodohoan di dalam masyarakat. Masyarakat pun akhirnya tidak mengenal Allah, tidak memiliki ilmu dan karya nyata untuk memperbaiki kehidupan. Rasulullah SAW bersabda :

"Rakyat tidak akan mengalami kehancuran sekalipun mereka dzalim dan buruk akhlaknya jika pemimpinnya suka menunjukkan ke jalan yang benar dan terpimpin pada jalan yang benar. Sebaliknya, rakyat akan hancur sekalipun mereka suka menunjukkan jalan yang benar dan terpimpin pada jalan yang benar jika keadaan pemerintahnya dzalim dan buruk akhlaknya." (HR. Abu Nu'aim).

Ketahuilah, siapapun yang berbuat dzalim tidak akan mendapatkan rahmat di hari kiamat karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat dzalim sebagaimana dinayatakan dalam surat Al Hasyr, ayat 17 yang artinya :" Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim".

Dan ketahuilah bahwa setiap perbuatan yang melanggar perintah Allah, merusak diri sendiri dan masyarakat seperti berjudi, mengkonsumsi arak, menipu, memakan harta anak yatim dan tidak mengeluarkan infak dikategorikan sebagai kedzaliman.

Diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW bertanya kepada iblis laknatullah 'alaih,"Berapa temanmu dari kalangan ummatku ?." Iblis menjawab,"Sepuluh golongan, yaitu penguasa yang dzalim, orang yang sombong, orang kaya yang tidak memperdulikan darimana asal hartanya dan untuk apa hartanya dibelanjakan, 'ulama yang membenarkan kedzaliman pemerintah, pedagang yang curang, penimbun barang kebutuhan masyarakat, pezina, pemakan riba, orang bakhil lagi tidak memperdulikan dariman asal hartanya; dan orang yang meminum khamr (arak).

Dalam riwayat Turmudzi dan al Hakim disebutkan :

"Ada enam golongan yang dikutuk Allah dan setiap Nabi yang dikabulkan do'anya. Mereka adalah : orang yang menambah-nambahi kitabullah, orang yang mendustakan ketentuan Allah atau mengkufuri qadha dan dudrat Allah, penguasa kesultanan atau pemerintahan yang otoriter sehingga ia memuliakan orang yang dihinakan Allah dan menghinakan orang yang dimuliakan Allah, orang yang menghalalkan perkara yang diharamkan Allah, orang yang menghalalkan perbuatan yang telah diharamkan Allah terhadap ahli baitku, dan orang yang meninggalkan sunnahku. Maka pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan memandang mereka dengan pandangan rahmat."

Ketahuilah saudara-saudaraku bahwa kita sangat membutuhkan terwujudnya sikap saling menolong dan menopang diantara 'ulama dan 'umara, karena dengan ilmu dan kekuasaan 'ulama dan 'umara; kita semua akan dibimbing untuk mengenal Allah, mengenal dunia dan terdorong untuk berbuat kebajikan supaya kehidupan kita semua lebih baik. Demikianlah, semoga Allah memberkahi kita semua. Amin ya rabb al ' almin.

Keutamaan Memberikan Pelayanan Masyarakat

Marilah bertaqwa kepada Allah, yakni dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketahuilah, taqwa juga mengandung arti "menghindar" karena sesungguhnya orang yang bertaqwa berarti menghindar dari ancaman dan siksaan Allah.

Banyak riwayat yang menyebutkan kebaikan orang-orang Madinah atau kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin Makkah. Diantaranya riwayat dari Abu Hurairah bahwasanya ada seorang laki-laki yang datang kepada baginda Rasulullah SAW dalam keadaan sangat lapar. Baginda Rasul menyuruh isterinya menyediakan makanan, namun di rumah Nabi sedang tidak ada makananan kecuali air tawar. Nabi menyuruh isteri-isterinya yang lain, keadaannya pun sama. "Demi Dzat yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa selain air tawar," kata isterinya. Lalu Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya,"Adakah dari kalian yang mau menjamu orang malam ini ?." Seseorang dari kalangan Anshar berkata :"Saya, wahai Rasulullah."

Selanjutnya orang itu membawa tamu Rasulullah ke rumahnya. Sesampai di rumah ia berkata kepada isterinya,"Muliakanlah tamu Rasulullah ini." Padahal di rumahnya hanya tersedia makanan pas-pasan untuk anak-anaknya. Namun ia ikhlash memuliakan tamunya sehingga ia dan isterinya pura-pura sudah kenyang dan ikut menikmati makanan yang disediakan.

Pagi harinya orang Anshar tadi menceritakan kepada Rasulullah apa yang diperbuatnya tadi malam. Rasulullah SAW bersabda :
"Sungguh Allah merasa senang terhadap apa yang kalian perbuat terhadap tamu kalian tadi malam." (HR. Bukhari-Muslim).

Sahabat Rasulullah yang memuliakan tamu ini, sesungguhnya juga memerlukan makanan untuk keluarganya. Namun ia mau berbagai dengan tamu Rasulullah SAW ketika orang-orang ragu-ragu untuk memenuhi ajakan Rasulullah. Sikap ini adalah sikap lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri. Ketaqwaannya kepada Allah menuntun dirinya untuk memberikan pelayanan kepada orang yang memerlukan. Meskipun ia tidak mendapat upah dari Rasulullah atas kebaikannya itu, namun ia yakin dengan ampunan dan pahala di sisi Allah.

Sikap ini juga menunjukkan bagaimana seharusnya kita mensikapi orang-orang yang membutuhkan bantuan atau pelayanan dari kita semua. Allah SWT berfirman :

"Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung" (Q.S. Al Hasyr:9).
Maha Suci Allah. Mereka inilah orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk dan yakin akan balasan Allah syurga. Kebaikan-kebaikan yang mereka berikan kepada kaum Muhajirin, sama sekali tidak mendapat upah berupa uang atau lainnya dari Rasulullah. Sesungguhnya kita perlu meneladhani dan mengamalkan sikap ini dalam kehidupan sehari-hari. Ibarat orang yang bekerja, upahnya memang sama besarnya, namun berbeda ganjarannya dari Allah manakala kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memberikan manfaat, kebaikan dan kemudahan kepada orang lain.

Sungguh besar pahala bagi orang-orang yang mau memberikan manfaat kepada orang lain, karena sesungguhnya Allah memberikan pahala bukan berdasarkan pangkat dan golongan, melainkan berdasarkan amal ibadahnya. Rasulullah SAW bersabda :

"Ada dua perkara yang tidak bisa diungguli keutamannya oleh yang lain; yaitu iman kepada Allah dan memberi manfaat kepada sesama muslim."

Memberi manfaat kepada orang lain bisa berupa ucapan, kekuasaan, harta benda, pikiran maupun tenaga yang kesemuanya ini membawa kemaslahatan dan kesejahteraan ummat. Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa berada di pagi hari tanpa bermaksud mendzalimi seorang pun, maka dosa-dosanya diampuni. Barangsiapa berada di pagi hari dan berniat untuk menolong orang-orang yang teraniaya serta memenuhi kebutuhan sesama muslim, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala haji mabrur."

Dengan tidak mendzalimi sesama manusia dan senantiasa memberikan manfaat kepada orang lain, berarti kita telah ikut serta membahagiakan orang lain dan menciptakan kehidupan masyarakat yang baik. Oleh sebab itu kehidupan harus dilandasi sikap saling memenuhi kebutuhan hidup dan saling membantu. Kehidupan yang baik ini pasti akan mendapat berkah Allah SWT. Dan marilah kita ingat kembali sabda Rasulullah SAW.

"Manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. Amal yang paling utama adalah menyenangkan hati orang mukmin dengan cara menghilangkan kelaparan dan kesusahan atau melunasi hutangnya. Ada dua perkara yang sangat kotor dan keji, yaitu menyekutukan Allah dan menimbulkan kamedharatan atau kerugian bagi kaum muslim."
Oleh sebab itu orang yang beriman akan memiliki sikap antara lain :
Pertama, cepat tanggap dan gumrigah dalam melayani masyarakat.

Kedua, bekerja tidak semata-mata karena mendapatkan upah material, namun juga pahala dari Allah seraya berharap senantiasa diberi kemudahan oleh Allah kelak di hari kaiamat.

Ketiga, mau berkorban demi kepentingan masyarakat.

Keempat, tidak mempersulit sesama makhluk Allah yang sedang membutuhkannya.

Demikianlah semoga kita semua mendapatkan barakah dan ampunan Allah SWT.

Larangan Memilih Orang Yang Menimbulkan Kerusakan

Marilah bertaqwa kepada Allah, yakni dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketahuilah, taqwa juga mengandung arti "menghindar" karena sesungguhnya orang yang bertaqwa berarti menghindar dari ancaman dan siksaan Allah.

Para sahabat Rasulullah SAW merupakan orang-orang yang sangat bertaqwa. Mereka berjuang menyuburkan iman dan taqwa pada masyarakat dari Jazirah Arab hingga ke seluruh dunia. Mereka memimpin masyarakat dengan iman dan taqwa dan amal shalih. Meskipun mereka memiliki kesempatan untuk mendapatkan kehormatan, kemuliaan, kekuatan, kekuasaan, harta benda dan segala macam kehebatan; namun mereka memilihi hidup bersama masyarakat dalam iman dan taqwa. Mereka bahkan mengorbankan jiwa-raga dan harta bendanya untuk menegakkan agama Allah. Sehingga, Allah SWT menganugerahi kehidupan yang adil, makmur sejahtera lahir bathin.

Sebagai contoh Salman al Farisi. Ia selalu mengajak rakyatnya untuk menjaga keimanan dan ketaqwaan. Ia selalu tegas di dalam menegakkan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Dan dia sendiri adalah seorang yang bertaqwa. Ia selalu menangis sekiranya rakyatnya kelaparan, sehingga ia selalu memohon ampunan kepada Allah, padahal ia merupakan salah seorang 10 sahabat Rasulullah yang dijamin masuk syurga. Tokh, ia tetap merasa bersalah. Karena ketaqwaannya inilah Khalifah Umar bin Khath-thab memilihnya sebagai Gubernur Kufah.

Ia sama sekali tidak minta kekuasaan kepada Umar bin Khath-thab, namun Umar bin Khath-thab memberi kekuasaan kepadanya untuk memimpin rakyat Kufah. Karena 'Umar bin Khath-thab yakin hanya orang-orang yang beriman dan bertaqwa yang pantas mendapatkannya. Rasulullah SAW bersabda :

"Wahai 'Abbas, wahai paman Rasulullah, diri yang engkau selamatkan lebih baik daripada kekuasaan yang tak mampu engkau emban." (HR. Baihaqi).
Dan Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran, ayat 118 :


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya."

Perintah ini dimaksudkan supaya kaum muslimin tidak tertipu oleh orang-orang yang kelihatannya baik, namun sesungguhnya merusak kehidupan ummat Islam. Karena sesungguhnya orang yang tidak beriman dan bertaqwa, tidak akan tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya, melainkan tunduk pada hawa nafsunya. Kepemimpinan dari orang-orang yang suka berbuat kerusakan ini, tidak lain hanyalah menyengsarakan ummat Islam. Diantara mereka terdapat orang-orang munafik yang pura-pura berbuat baik, mengaku-ngaku berbuat baik dan pura-pura berkasih sayang, padahal mereka melakukan kebohongan, mengingkari janji dan mengkhianati amanat.

Demikian pula kita jangan mengambil orang-orang yang suka berbohong, menipu, dan merusak masyarakat menjadi teman atau pemimpin di dalam kehidupan kita, baik dalam urusan-urusan duniawi maupun ukhrawi. Jika kita mengambil mereka sebagai teman atau pemimpin, maka kita akan menyesal sepanjang masa. Dan kita akan menanggung akibat-akibata kerusakan yang diperbuat oleh para perusak itu.

Allah menyatakan : "Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: "Kami beriman"; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Q.S.3:119).

Peringatan Allah ini berlaku dalam setiap keadaan. Tidak saja terbatas dalam kehidupan rumah tangga, namun juga dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Keimanan dan ketaqwaan seharusnya menjadi ukuran mendasar bagi kita semua untuk menentukan orang-orang yang hendak mengemban amanat. Jangan sampai kita terjerumus ke dalam kedurhakaan kepada Allah dikarenakan hidup kita dipimpin oleh orang-orang yang durhaka kepada Allah alias mementingkan hawa nafsunya dan cenderung berbuat kerusakan.

Sebagai contoh seorang perempuan yang hendak bersuami misalnya, hendaklah memilih pria yang beriman dan bertaqwa. Demikian pula seorang pria yang hendak memilih seorang isteri, hendaklah memilih perempuan yang beriman dan bertaqwa. Sebab ketika seseorang mempercayakan kehidupan dunia dan akhirat kita kepada orang-orang yang cenderung berbuat kerusakan, sudah pasti kita akan mengalami kerugian di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, hendaknya kita mendahulukan keimanan dan ketaqwaan di dalam memilih orang-orang yang akan kita jadikan pemimpin atau kita beri amanat untuk melaksanakan tugas kemasyarakatan, kebangsaan maupun kenegaraan. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari dikarenakan ketidakmampuan kita di dalam memilih atau memberikan amanat kepada orang lain.

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, ingatlah, Allah akan mengazab kepada hamba-hambaNya yang melakukan kedurhkaan, sebagaimana dintakan dalam surat Al Isra', ayat 16-17.

"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya."
"Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya."
Maha Suci Allah, sekiranya kita mendengarkan dan melaksanakan tuntunan Allah ini, niscaya kita tidak akan tersesat dan kita akan memperoleh barakah dikarenakan teman atau pemimpin yang beriman dan bertaqwa.

Larangan Memakan Harta Yang Kotor

Marilah bertaqwa kepada Allah, yakni dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketahuilah, taqwa juga mengandung arti "menghindar" karena sesungguhnya orang yang bertaqwa berarti menghindar dari ancaman dan siksaan Allah.

Sahabat Mu'adz ra adalah orang yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Ia setiap saat bisa berbicara empat mata dengan Rasulullah SAW. Namun Mu'adz radhiyallahu 'anhu tidak memanfaatkan kedekatannya dengan Rasulullah SAW untuk meminta kedudukan dan harta benda. Mu'adz ra selalu teringat firman Allah dalam surat Huud, ayat 15 dan 16 yang artinya :

"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan."

"Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?."

Sikap Mu'adz ra ini berbeda dengan Hakim ibn Hizan yang suka meminta ghanimah /harta rampasan perang kepada Rasulullah SAW, padahal ia seorang hartawan Makkah. Rasulullah SAW memberi puluhan unta kepada Hakim ibn Hizan. Setelah diberi, ia minta lagi. Demikian seterusnya, Hakim ibn Hizan selalu meminta-minta harta rampasan perang kepada Rasulullah sampai kemudian Rasulullah bersabda :


"Wahai Haikm, sesungguhnya harta benda itu manis dan hijau (mempesona), tetapi tangan yang diatas lebih mulia daripada tangan yang di bawah." (HR. Turmudzi)

Rasulullah SAW tidak melarang seorang muslim memiliki rumah, kendaraan, perkebunan dan harta benda, namun hendaknya kaum muslimin ingat bahwa harta benda yang diperoleh harus dengan cara yang sah, halal dan diperoleh dengan kerja keras. Sebab dengan cara yang benar, kaum muslimin akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai berkah dari harta benda yang diridhai Allah.

Maka sejak itulah, Hakim berkata kepada Rasulullah : "Demi Allah, wahai Rasulullah. Demi Allah, aku tidak akan berani meminta lagi kepada seorang manusiapun sesudah engkau." Hakim menyatakan pertobatannya di hadapan Rasulullah SAW atas sikapnya itu.

Renungkan wahai saudara-saudaraku yang dirahmati Allah. Hakim tidak memperoleh harta benda dengan cara merugikan orang lain, namun ia merasa menyesal. Bagaimanakah jika harta benda itu diperoleh dengan cara yang tidak sah, merugikan masyarakat dan negara, memeras dan menipu, korupsi dan manipulasi ? Pasti kehidupan ini akan ditimpa bencana yang tiada habis-habisnya, dan kehidupan makin hari makin sengsara.

Perhatikanlah saudara-saudaraku, Rasulullah SAW tidak mau menerima zakat. Mengapa ? Karena zakat adalah kekotoran harta manusia dan merupakan hasil pencucian hara benda kaum muslimin. Yakni, setiap orang Islam yang berharta wajib mengeluarkan zakat untuk membersihkan harta benda. Zakat diwajibkan bagi kaum muslimin dan halal dimakan oleh fakir miskin atau golongan yang berhak menerima. Namun suatu hari Rasulullah SAW melarang cucunya yang bernama Hasan makan buah kurma dari gudang zakat. Rasulullah SAW bersabda :

"Muntahkan, muntahkan ! apakah kamu tidak tahu kita tidak boleh makan harta zakat ? "(HR. Bukhari).

Hasan tidak tahu darimana kurma itu sebab ia masih kecil. Namun, nabi ingin mendidiknya untuk makan makanan yang halal dan bersih. "Kita," kata Rasulullah SAW," ahli bayt dididik untuk taat kepada Allah dan hanya makan dari yang halal dan bersih."

Maha Suci Allah. Makanan yang pada hakikatnya boleh dimakan saja, oleh Nabi dilarang dimakan demi menjaga kesucian jiwa anak cucunya sekaligus memberikan pengertian kepada kita agar menghargai hak-hak orang lain, karena sesungguhnya zakat adalah hak para fakir miskin. Sesungguhnya Allah SWT melarang memakan harta dengan cara yang bathil.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu."
"Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."

Kehidupan ini sungguh berbahaya manakala kita berbuat sewenang-wenang di dalam mencari rezeki dari Allah. Adalah tidak adil, jika ada segelintir orang hidup dalam keuntungan yang berlimpah ruah, sementara banyak orang dirugikan. Kehidupan yang hanya didasari dengan kepentingan pribadi atau golongan, sudah pasti akan merusak tatanan masyarakat; sehingga menumbuhkan kejahatan, kemiskinan, kebodohan dan kedzaliman.

Sebagaimana kita sering mendegar berita di televisi, bagaimana seseorang dengan kejamnya mengeruk keuntungan ratusan milyar bahkan trilyunan rupiah untuk dirinya sendiri. Kita membaca di koran bagaimana seseorang dengan kejinya menggelapkan uang Negara hingga ratusan milyar. Apa yang akan dinikmati oleh masyarakat jika semua kekuatan negara sudah dilemahkan oleh perilaku-perilaku buruk penyelenggara negara ?

Betapa dahsyatnya siksa yang disediakan Allah bagi orang-orang yang merampas hak orang lain dan memakan harta sesama dengan cara yang tidak benar seperti menipu, mencuri dan korupsi. Kita bisa menahan lapar dan dahaga dalam sehari atau dua hari di dunia ini. Namun kita tidak dapat menanggung siksa neraka Allah meskipun hanya satu celupan. Ketahuilah, harta benda yang kita kumpulkan selama hidup tidak akan dapat menyelamatkan kita di akhirat, melainkan apabila kita memperolehnya dengan cara yang benar dan dipergunakan di jalan Allah.

Oleh karena kita semua berlindung dari siksa Allah ini. Dan takutlah akan Hari Kiamat. "(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan (Asy-Syu'ara:88-89).," Dan hari yang tiada berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah la`nat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk. "(Al Mukmin :52). Demikianlah, semoga kita terlindungi dari siksa api neraka. Amin ya rabb al 'alamin.

Bahaya Munafik

Marilah bertaqwa kepada Allah, yakni dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ketahuilah, taqwa juga mengandung arti "menghindar" karena sesungguhnya orang yang bertaqwa berarti menghindar dari ancaman dan siksaan Allah.

Munafik merupakan sifat yang sangat berbahaya bagi kehidupan kita. Kemunafikan menjadikan orang tidak malu mengaku beriman, namun mendurhakai Allah. Sepak terjangnya selalu melampaui batas dan tidak sesuai dengan syari'at agama Islam, namun selalu merasa dirinya benar. Bila berkata, berbohong, bila berjanji tidak ditepati dan bila dipercaya khianat. Sifat orang munafik ini tidak memiliki manfaat sedikitpun bagi kehidupan kita karena sesungguhnya tidak seorang pun yang mau dibohongi, dan dikhianati. Rasulullah SAW bersabda :

"Ciri-ciri atau tanda-tanda orang munafik ada tiga. Bila berkata, bohong. Bila berjanji, ingkar dan bila dipercaya berkhianat. " (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadist yang lain, Rasulullah SAW bersabda :

"Ada 4 (empat) hal yang barangsiapa melaksanakan empat hal ini dinamakan munfaik sejati. Dan barangsiapa yang melaksanakan sebagian dari empat hal ini dinamakan munafik. Yaitu, apabila berkata bohong, apabila berjanji mengingkari, apabila bekerja sama (berkongsi) menyeleweng dan bila dipercaya berkhianat," dalam riawayat Muslim disebutkan meskipun dirinya shalat, puasa dan mengaku beragama Islam."(HR. Bukhari)

Kebohongan, ingkar janji dan penghianatan yang dilakukan oleh seorang anak kecil, mungkin tidak terlalu membahayakan masyarakat. Namun sekiranya kebohongan, ingkar jani dan khianat ini dilakukan oleh orang dewasa, apalagi orang yang berilmu, berkuasa dan terpandang, tentu sangat membahayakan masayarakat. Oleh karena itu, mustahil suatu masyarakat akan tenteram dan sejahtera manakala masyarakat hidup dalam kebohongan, pengkhianatan dan ingkar janji. Allah pasti akan menimpakan siksa yang sangat pedih di dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berbohong, berkhianat dan ingkat janji.

Telah banyak kejadian buruk di dalam masyarakat kita yang disebabkan oleh perilaku munafik ini. Orang munafik seringkali menjadi pemicu permusuhan di dalam masyarakat kita. Karena orang munafik lebih suka mencari keuntungan diri daripada berjuang mewujudkan kemaslahatan ummat.

Sebagaimana terjadi di zaman Rasulullah SAW. Beliau berjuang menegakkan agama Islam dan kebenaran. Diantara perilaku kaum munafik zaman Rasulullah antara lain :

Pertama, mengaku beriman di hadapan baginda Rasulullah. Namun di belakang, mereka memusuhi Rasulullah dengan berbagai cara seperti menjelek-jelekkan, memfitnah dan tidak melaksanakan perintah Allah, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Baqarah, ayat 13 dan 14 yang artinya :
"Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu."
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".

Kedua, ketika berperang dengan orang-orang kafir, kaum munafik menyalahkan Rasulullah, namun setelah kaum muslimin mendapatkan kemenangan mereka berebut harta rampasan perang. Mereka mengaku-ngaku berjuang, padahal mereka telah berbohong kepada Allah dikarenakan nafsu memperoleh ghanimah/harta rampasan, sebagaimana dinyatakan dalam surat Ash-Shaaf ayat 2-3 :
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?"
"Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan."
Allah tetap menyindir kaum munafik sebagai orang yang beriman agar mereka tahu diri bahwa sesungguhnya mereka mengaku-ngaku beriman bila di hadapan Rasulullah supaya mendapatkan pujian dan ghanimah. Padahal mereka adalah orang yang membohongi Allah dan mengaku-ngaku saja.

Ketiga, menyebarkan berita bohong pada kedua belah pihak sehingga masing-masing pihak termakan oleh provokasi dan fitnah. Akibatnya mereka saling bermusuhan satu sama lain disebabkan berita bohong yang dipercayai.

Sifat munafik sangat membebani kehidupan masyarakat baik dalam tatanan ideology, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, sehingga harus kita hindari dan jauhi. Sifat-sifat ini merupakan sifat yang dibenci Allah, dan barangsiapa yang bersifat demikian, akan dimasukkan ke dalam neraka yang paling bawah. Sebagaimana dinyatakan dalam surat An Nisa, ayat 145 :

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka".
Orang-orang munafik akan dilaknat Allah di Hari Kiamat. Kecuali, orang-orang yang mau bertobat dan beramal salih. Allah akan melaknat sifat munafik ini kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.

Marilah kita menghindari jauh-jauh sifat munafik ini. Ketahuilah kesusahan-kesusahan masyarakat manakala di dalam kehidupan tumbuh subur sifat-sifat munafik. Takutlah kepada Allah dan bertobatlah sehingga kita dapat menumbuhkan rasa saling percaya, mampu melaksanakan jani dan mengemban amanat yang dibebankan kepada kita. Ketahuilah, meskipun kita shalat dan puasa, namun manakala kita tidak menghindari sifat-sifat ini, Allah akan memasukkan kita ke dalam neraka yang paling bawah. Kita semua berlindung dari sifat-sifat buruk ini. Semoga Allah merahmati kehidupan dan membimbing kita semua ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang beriman dan beramal shalih.

Kewajiban Hidup Sederhana

Setiap orang yang mendambakan kebahagiaan dunia dan akhirat, pasti akan berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Namun terkadang kita lupa, bahwa kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik, sehingga kita selalu merasa bersedih manakala Allah tidak mengabulkan segala hal yang diinginkan di dunia ini. Akibatnya, kita berburuk sangka kepada Allah dengan menganggap Allah tidak adil dan tidak memperhatikan hamba-Nya.

Kehidupan duniawi bisa menyilaukan mata, sehingga banyak orang menggunakan segala cara agar memperoleh segala kenikmatan dunia ini. Tidak peduli apakah cara yang ditempuhnya menyalahi syariat Allah atau tidak. Yang penting, semua keinginannya tercapai. Cara hidup demikian, justru tidak menjamin keselamatan dan kebahagiaan dunia. Sebaliknya seringkali berbuah kesengsaraan dan malapetaka. Jikapun kita memperoleh harta yang banyak dengan cara yang tidak sah, maka harta tersebut akan mencelakakan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran, ayat 117 yang artinya :

"Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. "

Dorongan untuk memperoleh harta sebanyak-banyaknya merupakan hal yang wajar bagi setiap manusia. Namun demikin janganlah dorongan ini menjadikan kita mencari harta dengan cara yang tidak sah atau melanggar syari'at Allah dan merugikan sesama manusia. Hendaknya kita takut kepada Allah dengan senantiasa menghindar ancaman dan siksa Allah. Rasa takut ini kita wujudkan dengan bersungguh-sungguh mencari kenikmatan atau kebahagiaan dunia secara wajar dan benar.

Kita dapat mengambil teladan dari pemimpin dan orang-orang shaleh di zaman dahulu. Salman al Farisi misalnya. Beliau adalah salah seorang sahabat yang dijamin masuk syurga. Beliau meninggalkan keluarganya yang kaya raya untuk mencari kebenaran agama Islam. Allah memberinya petunjuk bahwa kehidupan yang selama ini dijalankannya tidak mampu menyelamatkannya di akhirat. Sehingga ia meninggalkan Persia dan memutuskan hidup di Madinah mendampingi Rasulullah SAW.

Pada masa Khalifah Umar bin Khatab ra, beliau diangkat sebagai gubernur Kufah atau Irak. Kaum musliminin sudah menanti-nantikan kedatangannya. Mereka mengira Gubernur Salman Al Farisi akan datang ke Madinah dengan segala kemewahan dan pengawal-pengawalnya sebagaimana kebiasaan pejabat-pejabat Kekaisaran Persia.
Namun penduduk Madinah sangat terkejut karena Salman al Farisi datang sendirian dengan mengendari seekor keledai sehingga hampir-hampir semua penduduk Kufah tidak ada yang mengenalnya.

Salman al Farisi menjalani hidupnya dengan jujur, taqwa, sennatiasa menjaga kehormatan dan menegakkan keadilan dan keseajhteraan masyarakat. Masyarakat pun mendapat petunjuk Allah untuk senantiasa mendukung Salman al Farisi dalam menjalankan amanatnya. Ia menerima gaji dari Khalifah Umar bin Khatab ra, namun tidak dipergunakan untuk berfoya-foya atau menambah kemewahannya. Ia mempergunakan gajinya sepertiga untuk keluarga, sepertiga untuk hadiah, dan sepertiga zakat.

Di penghujung usiannya, ia menangis di hadapan pemeriksa yang akan memeriksa harta yang akan ditinggalkannya. Padahal ia hanya memiliki permadani untuk menyambut tamu-tamunya saat mereka berada di majlis pemerintahannya, sebuah tongkat untuk menopang tubuhnya ketika berkhotbah dan beberapa peralatan makan seperti piring.

Mereka bertanya :"Mengapa engkau menangis ?"
Salman menjawab :"aku menangis karena Rasulullah SAW bersabda :

"Hendaklah bekal seseorang diantara kalian dari dunia ini sama seperti bekal seseorang yang bepergian, (HR. Ahmad)," sedang kita terlalu memperbanyak duniawi.
Mereka bertanya :"Dunia manakah yang diperbanyak olehmu ?." Salman menjawab :"Apakah kalian meremehkan ? Sesungguhnya aku takut bila diminta pertanggungjawaban pada hari kiamat nanti tentang permadani, tongkat dan piring ini."

Maha Suci Allah, kesederhanaan hidup Salman al Farisi sama sekali tidak menunjukkan bahwa kita semua harus hidup dalam keadaan fakir miskin, namun semata-mata mengajarkan kepada untuk tidak menjadikan dunia ini sebagai tujuan hidup. Sebab jika dunia menjadi tujuan hidup, maka kita semua akan melalaikan kehidupan akhirat. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dari kehidupan dunia.

"Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas". (Q.S. Adh-Dhuha:4-5).
Oleh karena itu, janganlah kita menjadikan kesempatan hidup di dunia ini hanya sekedar untuk menumpuk-numpuk harta kekayaan seraya melupakan tujuan akhirat. Sesungguhnya setiap kenikmatan yang diperoleh, pasti akan diminta pertanggungjawabannya. Ketakutan pada Allah akan menuntut kita pada sederhanaan, tidak serakah di dalam mencari kenikmatan dunia, dan senantiasa mengingat ancaman dan siksa Allah manakala kita melanggar syari'at atau hukum-hukum-Nya.

Dan ketahuilah bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum Allah, pasti akan merugikan orang lain, menghancurkan persaudaraan, mempermudah permusuhan, memperluaskan kebencian dan amarah sehingga akhirnya kehidupan pun menjadi tidak barakah. Sebaliknya, kesederhanaan mengantarkan hidup manusia pada persaudaraan, kasih sayang, kesahajaan, sedekah, kemakmuran, kebahagiaan dan jauh dari laknat. Ketahuilah pula bahwa kerakusan mendekatkan manusia pada jalan syetan yang terkutuk seperti memakan harta anak yatim, tidak memenuhi hak-hak fakir miskin, korupsi dan manipulasi; sehingga keadilan dan kemakmuran sulit diwujudkan dalam kehidupan kita.

Saudara-saudaraku, ingatlah Allah akan meminta pertanggungjawaban kita semua sebagaimana dinyatakan dalam surat At Takatsur, ayat 1-8.

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)."

Belajar dari Menteri Yang Bertaqwa

Di dalam sejarah Islam, kita mengenal seorang bernama Ibnu Hubairah yang menjabat menteri pada masa Khalifah Al Mustajid Dinasti Abbasiyah. Ia seorang menteri yang sangat berilmu, bertaqwa dan sederhana.

Dia mengajar para 'ulama hadist. Dia lapar karena suka berpuasa. Al Kisah, ketika orang-orang Madinah tiba di Makkah, mereka mengalami kepanasan, sedang persediaan air habis. Semua orang mencari air karena kehausan yang mencekik leher mereka dan hampir membuat mereka mati. Ibnu Hubairah mengambil air wudhu dan menadahkan tangan seraya berdo'a : "Ya Allah berilah kami minum. Ya Allah berilah kami minum." Allah mengabulkan do'anya, dan menjelang terbenamnya matahari hujan turun sehingga menyegarkan orang-orang yang kepanasan itu.

Namun, ia menyesal mengapa hanya minta air minum kepada Allah. Penyesalannya ini bukan karena ia menginginkan Allah menganugerahi air minum, emas dan permata. Namun ia menyesal karena ia tidak memohon ampunan Allah. Ia berkata :"Sekiranya aku memohon ampun, pasti Allah akan mengampuni dosa-dosaku."

Ibnu Hubairah adalah sosok menteri atau pejabat yang berjiwa besar, pelopor dalam kebaikan, bertaqwa, takut pada Allah serta banyak membaca Al Qur'an dan Hadist. Meskipun ia seorang menteri, namun ia tidak melupakan untuk selalu membaca Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah, sebab dari Al Qur'an dan Sunnah Rasululllah inilah, kita semua akan tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Melalui bimbingan Allah dan rasulNya, kita akan mampu mengendalikan hawa nafsu, sehingga kita menjadi orang yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah. Tiadalah satupun kebaikan di dunia ini dapat diwujudkan manakala kita semua sudah tidak takut lagi kepada Allah.

Sikap Ibnu Hubairah merupakan sikap seorang menteri yang sangat bertaqwa. Ia merasa takut terhadap siksa Allah. Ketika berdo'a memohon air hujan, Allah mengabulkannya. Namun baginya, ampunan Allah adalah rahmat terbesar dalam hidupnya. Ia bisa menggunakan kesalehannya untuk memohon sesuatu kepada Allah. Ia pun memiliki kekuasaan dan kesempatan untuk mendapatkan segala sesuatu dari pemerintah atau rakyatnya. Namun ia tidak melakukannya, karena ia senantiasa memohon ampunan Allah.

Saudara-saudaraku, ingatlah bahwa harta benda yang kita miliki tidak akan dapat menyelamatkan kita di akhirat, apalagi harta benda yang diperoleh dengan cara tidak halal. Ingatlah hari dimana harta benda tidak akan dapat menolong kita di akhirat. Hari itu adalah hari kiamat. Semua manusia berkumpul di padang mashsyar, menunggu giliran dihitung amal ibadahnya. Semua jabatan, kehebatan, harta benda, anak-anak dan semua hal yang membanggakan di dunia, tidak akan berarti apap-apa. Maha Suci Allah, sanggupkah kita mengahadapi hari dimana Allah menghitung amal ibadah kita dengan sangat terperinci ?

Keselamatan kita di akhirat bergantung pada amal ibadah yang bersumber dari hati yang bersih. Yaitu hati yang diliputi rasa takut kepada Allah, keimanan, ketaqwaan dan keyakinan akan balasan Allah. Kita akan memperoleh keselamatan manakala kita datang sebagai hamba Allah, sebagaimana dinyatakan dalam surat Asy-syu'ara, ayat 88-89.

"(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."

Jika kita tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya di dunia ini, kita tidak mungkin mampu menghadapi kedahsyatan Hari Kiamat. Dalam beberapa firmanNya, Allah SWT menyatakan bagaimana penyesalan manusia di Hari Kiamat sudah tidak berguna lagi.

Pertama, Allah menampakkan rahasia. Pada hari kiamat, manusia tak akan dapat menyembunyikan segala amal perbuatannya. Sehingga banyak diantaranya yang kebingungan seperti orang mabuk. Bahkan jika dihidangkan makanan yang paling enak pun, manusia tidak menghiarukannya dikarenakan rasa takut dan khawatir atas perhitungan Allah. Allah SWT berfirman dalam surat At Thariq, ayat 8-10 yang artinya :

"Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia, maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong."

Kedua, manusia teringat akan perbuatannya. Akan tetapi, apakah kita semua harus menunggu datangnya kematian, untuk mengingat segala perbuatannya ? Padahal sesudah kematian, manusia tidak akan kembali ke dunia untuk memperbaiki amal ibadahnya. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita mengingat amal ibadah yang telah dilakukan, dan sekarang pula kita memperbaiki amal ibadahnya supaya kita selamat pada Hari Perhitungan. Allah menyatakan hal ini dalam surat An-Nazi'at ayat 34-40, yang artinya :

"Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)."

Ketiga, manusia tidak dapat membuat-buat alasan atas perbuatan-perbuatannya. Pada hari ini mulut terkunci, tak ada alasan untuk tidak mengakui perbuatan-perbuatannya, sebab bukan mulut yang berbicara, tetapi amal-amal itulah yang akan menunjukkan apa sesungguhnya amal-amal yang telah dilakukan semasa hidup di dunia. Allah menyatakan hal ini dalam surat Al Mursalat, ayat 34-38 yang artinya :

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Ini adalah hari, yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu), dan tidak diizinkan kepada mereka minta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Ini adalah hari keputusan; (pada hari ini) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu. Jika kamu mempunyai tipu daya, maka lakukanlah tipu dayamu itu terhadap-Ku. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air. Dan (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka ingini.

Betapa menegerikannya hari kiamat itu. Namun kengerian ini dapat kita hadapi apabila kita memiliki bekal atau amal shaleh yang cukup untuk menghadap Allah SWT. Allah akan menyelamatkan kita karena jika kita termasuk golongan kanan. Yaitu golongan orang-orang yang tidak mendustakan agama Allah dan selalu beramal shalih.

"Maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar."

Kekuasaan Yang Bersumber dari Allah dan Rasul-Nya

Allah SWT memilih orang-orang tertentu yang diberi kekuasaan untuk mengatur masyarakat, bangsa maupun negara. Bahkan sesungguhnya kita semua memiliki kekuasaan atas sesuatu hal. Namun ketahuilah, bahwa kekuasaan-kekuasan ini bersifat semu (nisbi), karena sesungguhnya kekuasaan mutlak ada di tangan Allah SWT. Kekuasaan yang dimiliki manusia, merupakan titipan Allah sehingga harus dipertanggungjawabkan kepadaNya kelak di hari kiamat. Pada hari ini, manusia tidak dapat berbohong atas apa yang diperbuatnya.

Di dalam Al Qur'an, kekuasaan mutlak Allah dilambangkan dengan "Kursi Allah," sedangkan kekuasaan manusia dilambangkan dengan kursi Nabiyullah Sulayman 'alaihissalam. Kursi Allah bersifat mutlak dan kekal, sedangkan kursi Sulyaman dapat rusak dan dimakan rayap sebagaimana dinyatakan Allah dalam surat Shaad, ayat 34-35.

"Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat."
"Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi."

Kursi dalam arti kekuasaan merupakan hal penting, kerena secara lansgung dapat mempengaruhi kehidupan dan nasib manusia. Penyelenggaraan kekuasaan atau pemerintahan yang benar akan mempengaruhi kehidupan dan nasib manusia. Pemerintahan yang benar menghadirkan suasana kondusif terhadap perkembangan potensi manusia menuju kemuliaan, ketenteraman, keadilan dan kesejahteraan. Pemerintahan seperti ini dicanangkan dalam surat Shaad, ayat 26.

"Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan."

Sebaliknya, pelanggaraan terhadap hukum-hukum dan peringatan Allah akan menimbulkan akibat yang sangat dahsyat dan memberatkan masyarakat. Yakni berupa kerusakan-kerusakan masyarakat di setiap lapisan yang hampir-hampir tidak dapat diperbaiki lagi. Kehidupan masyarakat menjadi seperti berputar-putar dalam lingkaran syetan dan badai besar yang memporak-porandakan alam. Masyarakat hidup dalam saling curiga, saling memfitnah, saling memakan, tidak ingat mati, tidak waspada. Jangankan dengan orang yang dianggap musuh, dengan saudara sendiri pun tega berbuat dzalim.

Oleh karena itu setiap tindakan yang menuruti hawa nafsu mengandung makna, bahwa tindakan itu adalah tindakan yang mementingkan diri sendiri dan merugikan masyarakat. Jika keadaan ini terus menerus terjadi, maka Allah tidak akan menjadikan masyarakat yang tenteram, penuh barakah, adil dan makmur. Sebaliknya masyarakat akan diliputi kegelisahan dan berbagai macam siksa disebabkan kita semua tidak ingat akan Hari Perhitungan atau Hari Pembalasan Allah.

Sejarah telah mengajarkan kepada kita agar berhati-hati di dalam menjalankan kekuasaan. Jangan meniru Fir'aun yang merasa benar sendiri, sebagaimana dinyatakan Allah dalam surat Al Mukmin, ayat 29..

(Musa berkata): "Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!" Fir`aun berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar". (Q.S.40:29).

Pada kenyataannya, penguasa yang mengikuti hawa nafsunya cepat mengembangkan kekuasaan, namun kekuasaannya menjadi bencana dalam kehidupan. Kalaupun kekuasaan Fir'auniyyah ini mampu bertahan, maka hal ini tidak lain adalah karena istidraj, yang cepat atau lambat pasti akan dibinasakan Allah. Untuk apakah jika kekuasaan hanya menjadi bencana bagi kehidupan manusia.

Oleh karena itu, "kepercayaan" memegang peranan sangat penting dalam pelbagai aspek kehidupan. Untuk berdagang, orang perlu saling percaya. Untuk berkeluarga, untuk berorganisasi dan untuk segala macam kegiatan orang perlu saling percaya. Manusia sejak awal sudah diberi kepercayaan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi. Misi kepercayaan ini adalah untuk memakmurkan bumi, memelihara perdamaian, menegakkan keadilan dan menyelenggarakan kehidupan yang sejahtera.

Apabila tidak melaksanakan kepercayaan, maka sama artinya dengan berkhianat. Akibat pengkhianatan ini, kepercayaan menjadi hilang, dan akhirnya akan merugikan masyarakat seluruhnya. Jika kepercayaan ini hilang, manusia akan saling bermusuhan, saling menipu dan saling menerkam, sehingga kehidupan yang lebih baik yang diidam-idamkan tidak akan terwujud. Sebaliknya Allah akan menimpakan bencana yang bertubi-tubi. Na'udzubillahi min dzalik.

Sekecil apapun amanat atau kekuasaan yang diberikan kepada kita hendaknya kita meaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai kita tidak mampu mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.

Pada hari kiamat kelak Allah akan memperlihatkan setiap amal perbuatan kita, dan kita tidak dapat mengelak dengan dalih apapun, sebagaimana dinyatakan Allah dalam surat Al Ankabut, ayat 36-37, yang artinya :

"Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu`aib, maka ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan".
"Maka mereka mendustakan Syu`aib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka."

Oleh karenanya, marilah kita benar-benar menyadari setiap tindakan kita. Tunduklah kepada Allah dan rasul-Nya, agar kekuasaan yang kita miliki membawa maslahat bagi seluruh masyarakat. Dan ketahuilah bahwa setiap orang adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawabannya kelak di Hari Kiamat.

Penyebab Kerusakan Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Marilah taqwa kepada Allah dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Dengan taqwa inilah, kita akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Dan ketahuilah, bahwa diantara bukti taqwa kita kepada Allah, adalah senantiasa menaati Allah dan rasulNya.

Dalam keseharian, kita mengenal ayat kursi, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah, ayat 255.

Kata "kursi" mengandung dua makna :
Pertama, harfiyah, adalah kursi sebagaimana bendanya seperti kursi yang ada di rumah kita.

Kedua, maknawiyah. Kursi dapat berarti pekerjaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Kursi erat hubunbgannya dengan administrasi, birokrasi, majlis syura, pemerintah dan sebagainya. Dan karena itu pula, kursi menyimpan bertumpuk pengharapan manusia yang mendambakan kehidupan yang lebih baik.

Keberadaan administrasi misalnya, pada awalnya dimaksudkan untuk memudahkan urusan warga masyarakat. Demikian pula kehadiran lembaga ekskutif, yudikatif dan legislatif, adalah agar manusia tidak hidup liar dan senantiasa berada dalam wilayah keberadaan, namun dalam perkembangan selanjutnya hal-hal yang hakikat itu selalu ditunjukkan. Bahkan sebaliknya yang muncul adalah kendala, kesulitan dan penderitaan.

Secara umum kursi sering berhubungan dengan kewenangan atau kekuasaan. Ketahuilah saudara-saudaraku, kewenangan berarti memberi pelayanan kepada masyarakat, yakni memberi sejumlah jasa dan fasilitas supaya hajat atau kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Tetapi pergeseran nilai, kepentingan dan keserakahan seringkali memporakporandakan tatanan. pemerintahan yang baik. Pemerintahan dapat menjadi korban manusia yang bermental brutus atau pengkhianat yang melecehkan dan menggerogoti tatanan.

Dalam Al Qur'an surat An Naml ayat 48-53, tersirat ada 9 (sembilan) oknum yang menggerogoti pemerintahan (birokrasi).

"Dan adalah di kota itu, sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan."
"Mereka berkata: "Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar".
"Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari."
"Maka perhatikanlah betapa sesungguhnya akibat makar mereka itu, bahwasanya Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya."
"Maka itulah rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh disebabkan kezaliman mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu (terdapat) pelajaran bagi kaum yang mengetahui".
"Dan telah Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka itu selalu bertakwa."

Sebuah kota atau peradaban, dapat rusak karena perilaku 9 (sembilan) orang ini. 9 orang ini, adalah symbol perusak-perusak yang bertempat dalam masyarakat maupun pemerintahan. Simbol-simbol ini memiliki segmentasi sendiri-sendiri, antara lain :
Pertama, polisi. Yakni, jika ada oknum polisi yang merusak keamanan, pasti kepercayaan masyarakat terhadap polisi menjadi berkurang.

Kedua, jaksa. Yakni, oknum jaksa yang menuntut seseorang agar dihukum padahal orang tersebut tidakbersalah atau menjadi korban fitnah.

Ketiga, hakim. Yakni oknum hakim yang mengadili secara dzalim, memutus perkara berdsarakan pesanan dan menghukum orang yang tak bersalah.
Keempat, pedagang. Yakni pedagang yang menimbun bahan kebutuhan pokok sehingga rakyat kecil sengsara

Kelima, majlis syura. Yakni anggota-anggota majlis syura yang mendukung atau melegalkan kemakshiatan dan membuat UU atau peraturan yang tidak memihak rakyat.

Keenam, ekskutif/pejabat. Yakni pejabat yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan sendiri atau untuk korupsi.

Ketujuh, tentara. Yakni bukannya membela negara dan melindungi rakyat, malah membela penjahat.

Kedelapan, para pendidik. Yakni munculnya jual beli ijazah, data-data palsu, suap menyuap, dan ilmu untuk menipu.

Kesembilan, Dokter. Yakni membuka praktik-praktik tidak sah, pengobatan ngawur, biaya kesehatan yang sangat mahal dan sebagainya.

Oknum-oknum yang disebutkan di dalam Al Qur'an tersebut adalah penyebar bibit penyakit yang dapat merusak kehidupan pemerintahan maupun masyarakat secara umum. Kaum perusak ini mengaku melakukan tindakan benar yang seolah-olah membangun masyarakat, namun sesungguhnya mereka memperdayai masyarakat dengan berbagai maker, tipu daya, kemunafikan dan kelicikannya. Sesungguhnya tindakan mereka diketahui oleh Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengatahui atas segala sesuatu.

Dalam keadaan demikian, hampir-hampir kita berputus asa karena seluruh lapisan masyarakat telah mereka rusak. Dan orang-orang yang semula baik pun menjadi rusak diakibatkan ajakan, bujuk rayu, dan penularan bibit penyakit dari para perusak. Namun janganlah kita berputus asa dari rahmat Allah, karena putus asa dari rahmat Allah sama artinya dengan membiarkan perusak-perusak itu berkeliaran di muka bumi melakuakan perusakan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Sebaliknya, kita semua harus melakukan sesuatu agar para perusak tersebut mendapat balasan yang setimpal dari Allah, dan Allah berkenan menyelamatkan kita semua. Kita semua mesti mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan oleh kaum perusak. Dan janganlah kita mengikuti ajakan, tipu daya dan bujuk rayu kaum perusak yang menjerumuskan kehidupan kita dalam kesengsaraan di masa kini dan masa yang akan datang.

Saudara-saudaraku, kasihanilah anak cucu kita yang akan menanggung penderitaan berkepanjangan manakala kita tidak memperbaiki diri dengan turut serta membangun kebajikan-kebajikan di dalam keluarga maupun tempat kerja. Hendaknya kita menyadari bahwa kehidupan ini tidak boleh hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Ketahuilah bahwa anak cucu kita pun mengharapkan kehidupan yang lebih baik, adil dan makmur. Semua ini tidak akan terwujud manakala kita berbuat kerusakan. Kita tidak akan memperoleh kemajuan di dalam kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara manakala kita tidak ikut serta membantu membangun kebaikan. Sebaliknya jika kita menuruti hawa nafsu kaum perusak, maka kita akan hidup dalam lingkaran syetan selama-lamanya.

Ketahuilah, Allah akan menyelamatkan orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa. Karena orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah dan yakin akan balasan Allah di akhirat. Maka jika kita menginginkan kehidupan ini lebih baik bagi semua pihak, marilah kita selalu bertaqwa. Ingatlah akan siksa Allah di dunia dan akhirat.

Mewujudkan Lingkungan Yang Berkualitas

Melakukan perbaikan lingkungan hidup, merupakan amanat Allah. Perbaikan ini dilakukan agar dalam memperlakukan segala ciptaan Allah tidak menimbulkan ketimpangan, melainkan bermanfaat bagi kesejahteraan ummat manusia. Dan ingatlah mewujudkan lingkungan yang baik bukan saja merupakan tantangan, melainkan suatu amanat yang tidak hanya bernilai kemanusiaan, tetapi bernilai ketuhanan.

Hidup di dalam lingkungan yang berkualitas, berarti hidup dalam lingkungan yang memberikan jaminan keamanan, ketenteraman dan kesejahteraan dalam arti seluas-luasnya. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang memiliki ciri-ciri :

Pertama, lingkungan yang bebas dari penyakit.
Kedua, lingkungan yang memberikan kesempatan kerja.
Ketiga, lingkungan yang aman,
Keempat, lingkungan yang memberikan kesempatan rekreasi atau hiburan
Kelima, lingkungan yang layak bagi perumahan.atau pemukiman.
Keenam, lingkungan yang memberikan kesempatan pendidikan.
Ketujuh, lingkungan yang mendukung hidup sehat.

Apakah kita dapat mewujudkan lingkungan yang berkualitas sesuai dengan ukuran di atas? Jawabannya tergantung pada falsafah lingkungan yang kita anut, kesadaran lingkungan yang kita miliki dan ilmu pengetahuan yang ada pada diri kita masing-masing. Dan perwujudannya bergantung kepada kemampuan dan kesungguhan kita memenuhi amanat Allah. Jika kita memanfaatkan dan memilih sumbedaya lingkungan dengan benar, Allah akan menganugerahkan kesejahteraan sebagai barakah bagi kita semua.

Dengan memperhatikan lingkungan dan hubungan baik antara ummat manusia dengan lingkungannya, akan menyadarkan kita bahwa segala perilaku manusia tidak terlepas dari interaksi dengan lingkungan. Manusia jadi cerdas, jadi bodoh, jadi kaya, jadi miskin, jadi makmur, jadi sehat, aman, jahat dan sebagainya sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Allah berfirman dalam surat Ali Imran, ayat 112, yang artinya :

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas."

Lingkungan, khususnya lingkungan alam, apakah akan memberikan kesejahteraan, ataukah akan memberi kemiskinan, sangat tergantung kepada interaksi yang dilakukan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Jika interaksi manusia dengan lingkungan alam itu bersifat positif dalam arti, memanfaatkannya sesuai dengan azas-azas yang berlaku dalam lingkungan yang bersangkutan, maka lingkungan alam akan memberikan manfaat bagi kehidupan. Keadaan yang sebaliknya dapat terjadi, jikalau interaksi dengan lingkungan tidak serasi. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan sehari-hari seperti penebangan hutan, pembuangan sampah dan system pengairan yang kurang baik.

Lingkungan yang sehat dan aman tidak bisa terwujud jika kita tidak sungguh-sungguh melakukan tindakan nyata. Sebagai contoh kita masih sering melihat sampah berserakan di mana-mana : di dalam rumah, di jalan-jalan, di pasar dan di tempat-tempat umum lainnya. Bahkan masjid yang merupakan tempat suci, seringkali kita melihat tempat wudhu dan halaman masjid yang kotor. Ketahuilah, Rasulullah telah mengajarkan kepada kita bahwasanya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan bersuci.

Lingkungan yang sehat, tertib, indah dan aman, akan menarik perhatian orang-orang untuk berkunjung. Namun hal ini belum dapat kita rasakan. Kabupaten Wonosobo memiliki banyak tempat yang sangat indah dan menentramkan untuk dikunjungi sebagai daerah wisata. Namun jika kita tidak memelihara kebersihan, keindahan dan keamanan lingkungan; anugerah Allah ini akan sia-sia. Padahal keindahan alam kabupaten Wonosobo ini merupakan keindahan alami, benar-benar anugerah yang kita terima begitu saja, tanpa harus susah payah membuatnya. Sebagai contoh, candi-candi Dieng, telaga-telaga dan kawah-kawah di kawasan dataran tinggi Dieng.

Akan tetapi, kita kurang mampu mensyukuri anugerah Allah tersebut. Turis atau wisatawan yang berkunjung sangat sedikit. Sehingga dataran tinggi Dieng seakan-akan tidak menarik lagi karena telaga-telaga telah kotor, tebing-tebing longsor dan candi-candi telah rusak. Bahkan mungkin orang merasa enggan berkunjung karena takut dirampas, diperas, dikompas, takut kendaraannya hilang dan sebagainya.

Lingkungan yang sehat dapat diwujudkan dengan kesungguhan kita menjaga kebersihan. Lingkungan yang aman dapat diwujudkan dengan menegakkan ketertiban dan kedisiplinan.
Lingkungan yang sehat dan aman merupakan modal utama di dalam membangun hubungan dengan orang lain. Tumbuhnya rasa aman, tertib dan bersih akan menarik minat orang melakukan kegiatan usaha seperti mendirikan pabrik-pabrik, lembaga-lembaga pendidikan, dan usaha-usaha lain yang mendukung kesejahteraan dan kemajuan di bidang ekonomi, pendidikan dan kebudayaan.

Dengan keramaian tempat-tempat wisata dan usaha-usaha di bidang usaha seperti pabrik dan perdagangan; perlahan-lahan kesejahteraan dan kemakmuran akan tercapai. Ingatlah, kesejehateraan dan kemakmuran harus dapat dinikmati bersama; bukan hanya oleh segelintir orang. Apalah artinya kemakmuran dan kesejehteraan segelintir orang, sementara banyak orang tidak dapat merasakannya.

Ketahuilah saudara-saudaraku; dalam era globalisasi ini; semua hasil karya kita, tidak akan diterima oleh dunia luar; manakala tidak ramah lingkungan atau tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Bangsa kita akan dikucilkan oleh bangsa-bangsa lain di dunia, manakala kita semena-mena terhadap lingkungan dan tidak mampu menciptakan rasa aman.

Al Maghfurlah Mbah Muntaha menyatakan bagaimana indahnya kota-kota di China dan Negara-negara non-Islam. Beliau merasa heran mengapa di negara yang mengajarkan kesucian, kebersihan, dan menghormati lingkungan; malah bertindak semena-mena dan tidak memperhatikan lingkungannya. Dalam perjalanan ke luar negeri Mbah Muntaha melihat lingkungan pedesaan yang sejuk, bersih, dan perkotaan yang tertata sangat rapi. Mbah Muntaha berkesimpulan bahwa semua ini karena mereka mendapatkan pendidikan dan teladan di dalam lingkungan serta sadar untuk melaksanakan hukum dan peraturan.

Marilah kita bersama-sama menjaga kebersihan, keasrian, dan keindahan dengan sungguh-sungguh, agar kita semua dapat merasakan barakah dan anugerah keindahan, kenyamanan dan ketenteraman hidup. Ketahuilah, lingkungan yang berkualitas merupakan modal untuk mewujudkan kemaslahatan hidup kita. Demikianlah, semoga kita diberi kekuatan untuk senantiasa berusaha sungguh-sungguh mewujudkan lingkungan yang berkualitas.

Keterbatasan Sumber Alam

Marilah taqwa kepada Allah dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Dengan taqwa inilah, kita akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Dan ketahuilah, bahwa diantara bukti taqwa kita kepada Allah, adalah senantiasa mau mensyukuri sumber-sumber alam dan mempergunakannya untuk kesejahteraan bersama.

Semua makhluk Allah bersifat fana, tidak kekal dan pasti terbatas. Alam semesta ini pun terbatas. Segala keindahan alam, gunung-gunung, dataran tinggi, perbukitan, laut dan telaga yang bisa kita nikmati setiap hari, suatu saat pasti akan binasa. Namun demikian, bukan berarti kita boleh membiarkan begitu saja, tanpa mau memperhatikan dan melestarikannya.

Meskipun alam bersifat terbatas, namun manusia dianugerahi Allah dengan hati, akal pikiran dan agama untuk mengelolanya. Manusia mampu mengatasi berbagai keterbatasan alam. Tetapi manusia juga seringkali bertindak semena-mena terhadap alam, sehingga alam "marah" kepada manusia dan manusia pun ditimpa kesengsaraan.

Saudara-saudaraku, sejarah menunjukkan bawa manusia dengan kemampuan akal pikirannya mampu menghadapi berbagai tantangan lingkungan. Hanya dalam hal ini, janganlah kita mempertahankan kepentingan diri belaka, tetapi wajib mempertahankan kepentingan ummat manusia. Dengan hanya mementingkan diri sendiri, terutama dengan keserakahan atau ambisi pribadi, manusia tidak dapat menghadapi tantangan-tantangan lingkungan, bahkan akan mengancam kehidupan seluruh ummat manusia.

Ketahuilah, kemampuan alam sesungguhnya seperti manusia. Perlakuan yang salah dari manusia akan membebani alam, sehingga alam tidak mampu menampung dan bertoleransi terhadap masalah yang makin lama makin berat; dan akhirnya alam memuntahkan segala beban itu dengan menghancurkan kehidupan manusia.

Kawasan-kawasan atau lingkungan yang telah rusak; tidak hanya menghancurkan kita semua, melainkan juga pihak-pihak yang tidak terlibat langsung. Sebagai contoh, jika kawasan hutan Wonosobo rusak, maka wilayah Banjarnegara, Temanggung dan sekitarnya pun akan merasakan dampaknya. Maka, ingatlah kita selaku makhluk yang telah diamanati Allah.

"Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S.6:165)."

Namun kita harus menyadari bahwa Allah tidak menyebutkan manusia sebagai penguasa bumi, melainkan sebagi pemakmur bumi. Dengan demikian manusia tidak boleh berbuat sewenang-wenang atau menuruti hawa nafsu demi mengejar keuntungan pribadi, namun haruslah kita sadari bahwa manusia harus mengelola bumi dengan sebaik-baiknya agar menjadi sumber penghidupan. Sebaliknya, jika manusia berbuat sewenang-wenang, bumi tidak akan menjadi sumber penghidupan, malah menjadi sumber kebinasaan dan kesengsaraan kita semua.

Oleh karena itu, marilah kita merenungkan dengan pikiran dan hati kita, bahwa sesungguhnya manusia adalah "pekerja Tuhan", yaitu manusia harus tunduk dan bertanggungjawab kepada Tuhan atas perlakuannya terhadap bumi ini. Maka, kewenangan yang diberikan kepada kita semua untuk mengolah bumi dan memanfaatkan isi bumi, bukan berarti tanpa akhlak. Karena sesungguhnya, bumi juga makhluk Allah yang harus dipelihara sebagai suatu makhluk yang kemampuan hidupnya terbatas. Bumi memang untuk manusia, tapi apa yang diperoleh manusia dari bumi adalah sebagai rezeki Allah yang digunakan untuk keselamatan, bukan digunakan untuk berbuat kerusakan.

Keserakahan merupakan sifat buruk manusia. Di dalam keserakahan itu akan muncul dendam, iri hati dan permusuhan, sehingga menimbulkan berbagai masalah yang sangat merugikan masyarakat.

Sebaliknya keseimbangan, keadilan dan kesederhanaan menumbuhkan persaudaraan, belas kasih dan do'a-do'a yang menyelamatkan dan menjadikan hidup ini diberkahi Allah. Namun, kesederhanaan dan keserakahan ini semua berpulang pada seberapa kejam manusia terhadap lingkungannya.

Saudara-saudaraku, diketahui atau tidak, perusakan lingkungan dapat menyengsarakan siapa saja termasuk diri sendiri dan generasi penerus di masa yang akan datang. Sekecil apapun kerusakan yang terjadi, dapat menjadi besar apalagi bila kerusakan itu terjadi di mana-mana.
Sudah jelas bahwa ketika peraturan tidak ditegakkan, maka segala hubungan antar sesama manusia atau sesama makhluk Allah lainnya, pun menjadi rusak. Akibatnya, manusia akan bertindak semena-mena dikarenakan sudah tidak ada peraturan yang ditaati.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.


"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (Q.S. Al A'raf:56).

Larangan membuat kerusakan ini merupakan kebijakan Allah, karena Dialah Yang Maha Mencipta dan Mengatur. Maha Suci Allah, sekiranya manusia tidak menaati larangan Allah ini, maka manusia tidak akan memahami keterbatasan alam ini. Jangan lupa, kecerdesan manusia bisa membahayakan dirinya sendiri. Berbagai bencana buatan manusia, bermula dari inovasi dan daya pikir manusia sendiri. Jangankan nuklir, dan teknologi persenjataan, obat-obatan pun memiliki bahaya masing-masing.

Saudara-saudarakau, kita semua bisa menjadi warga bumi yang terhormat, manakala kita memahami kedudukan kita di bumi. Ketahuilah, kita bukanlah pemilik dan penguasa. Kita hanya mendapatkan amanat Allah. Jadi, setiap orang adalah pengelola sekaligus pemantau lingkungannya. Tanggungjawab sebenarnya ada pada diri masing-masing. Yaitu, kelak di hari kiamat : suatu hari dimana kita semua tidak dapat berbohong atau menyuap para malaikat agar mendapatkan ampunan Allah.

Untuk mengatasi keterbatasan alam ini, kita semua harus berbuat baik. Perbuatan baik ini dapat diwujudkan dengan memperbaiki lahan kritis, hutan gundul dengan menanam tanaman keras dan memelihara kelestariannya serta senantiasa mengendalikan diri dari sifat rakus,

"Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah ni`mat-ni`mat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan". (Q.S. Al A'araf:74).

Keselamatan dan Berkah dari Lingkungan

Lingkungan hidup bukan hanya ikan-ikan di sungai, aneka bunga di kebun, hewan-hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Masyarakat yang ada di sekitar kita juga merupakan lingkungan hidup.

Kita boleh membela gunung dan pantai supaya tetap indah sepanjang masa. Kita boleh membela hewan dan tumbuh-tumbuhan agar tetap lestari. Namun kita juga tak boleh mengotori, apalagi melukai tetangga sedikit saja. Partisipasi kita di dalam masyarakat juga merupakan taruhan utama untuk hidup dengan lingkungannya.

Saudara-saudaraku, Rasulullah mengajak kita memuliakan tetangga. Yang dikehendaki Rasulullah bukanlah hanya mengantar makanan ketika kita sedang walimah atau tasyakuran, namun yang lebih penting adalah tidak membuat susah tetangga atau lingkungannya. Sebaliknya kita mesti membahagiakan atau menyenangkan tetangga. Misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, melukai perasaannya dan mengganggu ketenteramannya.

Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tetangganya," (HR. Bukhari)."

Sabda Rasulullah SAW ini juga mengarahkan kita semua agar bijaksana terhadap lingkungan. Namun, sikap bijaksana ini sepenuhnya tergantung pada disiplin pribadi dan keteguhan hati nurani masing-masing. Bukan Undang-Undang, hukuman gantung atau kursi listrik yang dapat membuat kita berhenti melukai tetangga atau menyakiti orang lain, membuang sampah sembarangan, mencemari air, udara, tanah dan lingkungan hidup lainnya; tetapi kesadaran pribadi yang paling mendalam. Jika kita merasa tidak senang manakala orang lain berbuat buruk pada kita, maka seharusnya kita pun tidak berbuat buruk pada mereka.

Demikian pula industri-industri yang merasa terpaksa mencemari sungai, laut, merusak bukit-bukit, gunung-gunung, tanah, udara dan hutan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Semua ini tergantung pada tanggungjawab dan sikap jujur masing-masing, bukan semata-mata tergantung pada peraturan.

Zaman sekarang orang sudah sulit bertetangga karena terbatasi oleh jabatan, kekayaan, pagar tinggi, kedudukan dan sebagainya. Padahal bertetangga inilah asal dari kebijaksanaan kita semua dengan lingkungan. Karena itulah, orang yang dikarunia Allah dengan kedudukan atau kekayaan, seharusnya mengunjungi orang kecil, lemah dan tertindas. Seperti Khalifah Umar bin Khotob ra yang menyamar sebagai orang biasa mengunjungi orang yang hendak melahirkan. Ia membelah kayu bakar dan setelah bayinya lahir, dibawakannya makanan. Ia pun mendengarkan bagaimana wanita yang melahirkan tersebut ngrasani pelayanan kesehatan pemerintahannya, sehingga kemudian Khalifah Umar ra memutuskan untuk memberikan tunjangan kepada bayi yang dilahirkan sampai masa persusuan.

Maha Suci Allah yang telah menjadikan pemimpin-pemimpin ummat Islam, yang memberikan teladan untuk membangun lingkungannya.

Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita usahakan agar lingkungan kita diberkahi Allah :
Pertama, membenahi sarana-sarana sosial.
Termasuk di dalam sarana sosial adalah masjid, sekolahan, pondok pesantren dan lembaga-lembaga pemerintahan. Semua ini memiliki hubungan dengan masyarakat. Sehingga ketika sarana-sarana ini tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sudah tentu akan menghambat kehidupan masyarakat. Kita perlu memperbaiki bersama-sama. Janganlah kita membiarkan kemungkaran di dalam masyarakat terjadi terus menerus. Rasulullah SAW bersabda :" Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan hati, sesungguhnya merubah dengan hati ini adalah selemah-lemahnya iman (HR. Bukhari)."
Dalam hadist ini, Rasulullah menegaskan bahwa setiap orang wajib memperbaharui dan memperbaiki keadaan-keadaan buruk yang merugikan masyarakat. Setiap orang yang diberi kekuasaan oleh Allah, harus mencegahnya dengan kekuasaannya. Setiap orang yang memiliki ilmu pengetahuan, harus memberikan bimbingan dan pelajaran supaya kemungkaran tidak merajalela. Dan setiap orang yang tidak memiliki kekuasaan dan ilmu pengetahuan, cukup dengan mendo'akan agar kemungkaran tidak merajalela.
Apakah perubahan-perubahan ini sudah kita lakukan ? Hendaklah kita mawas diri dengan apa yang dilakukan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kita kerjakan.

Kedua, gotong royong.
Gotong royong adalah sifat orang yang beriman. Yaitu mau bekerja sama dan tolong menolong untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Tolong menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa ini merupakan kewajiban setiap orang Islam. Setiap sesuatu yang dikerjakan secara gotong royong akan meringankan beban kita. Sikap ini juga menunjukkan kebersamaan kita semua di dalam melaksanakan kebajikan.
Maka marilah kita mawas diri, apakah kita sudah membiasakan tolong menolong dalam kebajikan, ataukah sebaliknya ? Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal kebajikan orang-orang yang bertaqwa. Dalam surat Al Maidah, ayat 3, Allah memerintahkan agar kita tolong menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan

Ketiga, menyuburkan kasih sayang.
Adalah pertanda kita semua menuju masyarakat terhormat, manakala kita tidak hanya bangga oleh adanya jalan-jalan yang mulus, komputer, pabrik-pabrik, tempat wisata, dan perdagangan; namun juga oleh kebanggaan bahwa kita dapat tumbuh menjadi ummat yang saling berbelas kasih, saling beramal dan saling peduli satu sama lain. Bukan hanya peduli dengan sesama manusia, tetapi juga sesama makhluk Allah.

"Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. " (Q.S. An Nisa':1).

Dengan kasih sayang ini, kita menjadi ummat yang saling merahmati, bukan saling melaknati, saling memangsa dan saling menindas. Sebaliknya, kita menjadi ummat yang mampu dan suka beramal shalih untuk kesejahteraan nasional maupun daerah. Ketahuilah saudara-saudaraku, sesungguhnya jika kita semua saling mengasihi, maka malaikat dan seluruh makhlukNya akan mengasihi kita semua.

Marilah kita benar-benar memperhatikan lingkungan hidup kita. Dan ketahuilah bahwa orang-orang yang hidup di sekitar kita, juga merupakan lingkungan hidup. Oleh karenanya Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan sesama makhlukNya. Mudah-mudahan kita semua hidup dalam berkah dan kasih sayang Allah.

Pendidikan Lingkungan di Dalam Keluarga

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memanfaatkan lingkungan secara positif telah dapat mensejahterakan manusia. Tetapi di sisi lain, telah pula terjadi kerusakan lingkungan hidup. Hal ini merupakan kenyataan yang dapat kita saksikan sehari-hari. Adanya pupuk kimiawi, mampu memacu hasil pertanian. Namun pestisida dan pupuk kimiwai ini tidak hanya membunuh hama penyakit, tetapi juga makhluk hidup lainnya yang diperlukan untuk menjaga kesuburan tanah. Adanya pertambahan penduduk, memacu manusia untuk membuka lahan-lahan pertanian baru, namun seringkali tidak memperhatikan masa depan lingkungan, sehingga yang terjadi adalah keruskan lingkungan.

Pada saat ini, kita bisa memperoleh segala sesautu dari alam; dari hutan, dari bahan-bahan tambang seperti BBM, emas, perak, tembaga, gas, pasir, batu-batuan dan sebagainya. Namun jika kegiatan ini kita lakukan dengan serakah, sudah pasti anak cucu kita akan menanggung penderitaan. Mereka akan sangat kekurangan sumber alam yang dibutuhkan.

Keterbatasan dan kerusakan lingkungan menjadi bukti bahwa pada suatu waktu baik sementara ataupun permanent, manusia akan mengalami berbagai macam kekurangan atau keterbatasan. Misalnya, udara kurang bersih, air kotor, jumlah air berkurang, Bahan Bakar Minyak (BBM) sulit didapat, cuaca menjadi sangat panas, timbulnya longsor, banjir, dan kekurangan bahan makanan.

Sesungguhnya untuk mengatasi keterbatasan alam ini, kita memerlukan nilai-nilai atau budi pekerti berupa kebijaksanaan lingkungan.

Zaman dahulu, kita mengenal adanya "pantangan" atau "tabu" dan larangan-larangan tertentu terhadap lingkungan. Misalnya orang tidak boleh menebang pohon yang besar karena ada makhluk halusnya. Sehingga tidak jarang ada yang memberikan sesaji pada pohon-pohon besar, sumber mata air, sedekah bumi, sedekah laut dan sebagainya.

Nilai-nilai ini merupakan akhlak yang harus kita kenalkan generasi kita. Nilai-nilai tradisional ini sangat bermanfaat di dalam menyadarkan diri kita agar kita memahami peran dan jasa alam bagi kehidupan kita.

Pohon yang besar, tidak boleh ditebang, bukan karena ada makhluk halusnya; melainkan karena kemampuan pohon itu menyerap racun udara, kemampuan menyimpan air, dan menjadikan udara sejuk. Dengan demikian, tabu atau larangan-larangan terhadap lingkungan merupakan kebijaksanaan yang terbukti dapat mengendalikan perilaku manusia terhadap lingkungan. Karena memahami tabu dan patuh pada larangan-larangan inilah, kita semua terhindar dari laknat alamiah seperti banjir, kekeringan, meluasnya hama, erosi dan banjir. Oleh karenanya, janganlah kita menganggap tabu atau larangan-larangan ini sebagai takhyul; namun hendaknya menjadi dasar dari sikap dan kesadaran lingkungan kita semua.

Saudara-saudaraku, berbuat baik terhadap binatang dan tumbuh-tumbuhan dapat menjaga sikap manusia dari kerakusan terhadap sumber-sumber alam. Anak-anak perlu mendapatkan pemahaman bahwa alam ini akan menjadi bencana bagi manusia apabila manusia tidak memperlakukannya dengan baik.

Berbuat baik kepada alam berarti bertanggungjawab terhadap alam sekitarnya, sehingga tidak melakukan perbuatan yang merusak alam.

Perhatikanlah saudara-saudaraku jika hutan gundul. Air hujan tidak terserap dengan sempurna oleh tanah. Akibatnya banjir dan longsor. Tanaman hancur, gagal panen, rumah-rumah diterjang banjir dan sebagainya. Hutan gundul juga mengakibatkan iklim yang tidak seimbang; hawa panas, dan aliran sungai tak terkendali sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hujan yang seharusnya menjadi rahmat, justru menjadi laknat.

Umpamanya saudara-saudara kita yang hidup di Kalimantan. Sungai-sungai di Kalimantan merupakan jalur transportasi yang penting. Bahan-bahan makanan dan kebutuhan hidup masyarakat diangkut melalui jalur transportasi air. Akan tetapi karena sungainya dangkal atau sangat meluap, perahu-perahu tidak berjalan, sehingga kehidupan masyarakat sangat terganggu. Mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ketahuilah suadara-saudaraku, segala hal yang ada di alam ini, akan menceritakan kebaikan dan keburukan manusia kepada Allah. Imam Turmudzi meriwayatkan bahwa sehubungan dengan alam semesta ini, Nabi membaca surat Az Zalzalah ayat, 4 :

"pada hari itu bumi menceritakan beritanya," Kemudian Rasulullah SAW bersabda :

"Sesungguhnya berita-berita bumi adalah dia menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan hamba-Nya kepada bumi. Bumi memberitakan :"amal hari ini begini, begini, dan begini." Demikian pemberitaannya. (HR. Turmudzi).

Firman Allah dalam surat Az Zalzalah dan sabda Rasulullah SAW ini mempertegas keharusan manusia untuk memiliki akhlak atau budi pekerti terhadap lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kelak di akhirat mereka akan mengatakan segala hal yang telah kita lakukan terhadap mereka. Betapa banyak dosa-dosa yang kita tanggung dan betapa pedihnya siksa yang akan menimpa kita, jika ternyata kita tidak berbuat baik kepada lingkungan.

Segala hal yang diperoleh di dunia ini, tidak akan mencukupi untuk menebus kesalahan-kesalahan kita sebagaimana dinyatakan dalam surat Asy Syu'ara, ayat 88-89: " (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." Bersyukurlah kita semua masih diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Jika sekarang hutan telah dunul, maka sekarang juga kita bisa melakukan penghijauan dan penanaman.

Pendidikan lingkungan di dalam keluarga diperlukan supaya :
Pertama, setiap keluarga memahami karuni Allah yang sangat besar berupa sumber-sumber alam. Dengan merenungkan kegunaan air, udara, tanah, tumbuh-tumbuhan dan segala ciptaanNya ini, kita akan merasakan keagungan Tuhan.

Kedua, memberikan pemahaman atas akibat-akibat yang ditimbulkan apabila kita berbuat semena-mena terhadap lingkungan.

Ketiga, memahami perlunya hidup aman, sehat, rapi dan indah.

Keempat, memberikan dorongan kepada anak-anak agar bertanggungjawab terhadap lingkungannya.

Tanpa pendidikan lingkungan, kita tidak bisa berharap adanya perubahan perilaku masyarakat. Proses pendidikan lingkungan ini tidak terbatas pada pendidikan formal seperti di sekolah dan pondok pesantren, melainkan juga dapat dilakukan di dalam keluarga.

Melalui penanaman nilai dan sikap serta pengembangan ketrampilan terhadap lingkungan, kita; khususnya generasi muda akan memiliki kemampuan mengambil keputusan dan meningkatkan kesadaran dalam pembangunan lingkungan. Pendidikan ini merupakan modal dan landasan untuk memelihara serta memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat terwujud. Maka marilah kita mulai segala kebajikan dari dalam keluarga. Mudah-mudahan Allah merahmati keluarga kita.

Mewujudkan Lingkungan Yang Sehat dan Aman

Marilah taqwa kepada Allah dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Dengan taqwa inilah, kita akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Dan ketahuilah, bahwa diantara bukti taqwa kita kepada Allah, adalah senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian baik di dalam diri sendiri maupun di dalam lingkungannya.

Junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW mengajarkan kepada kita agar senantiasa berbuat baik kepada lingkungannya. Baginda Rasulullah SAW sangat memperhatikan kesehatan dan keamanan, sebab kesehatan dan keamanan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Hal ini dapat kita renungkan, bagaimana jika kita senantiasa ditimpa penyakit dan keadaan lingkungan tidak aman. Lingkungan yang tidak aman akan menimbulkan rasa takut, khawatir dan was-was. Demikian pula lingkungan yang tidak sehat, akan menimbulkan pemandangan yang tidak indah serta dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Rasulullah SAW memberikan pedoman untuk mewujudkan kesehatan dan keamanan lingkungan.

Pertama, Rasulullah memerintahkan para orangtua mengajarkan anak-anak berenang, memanah dan menunggang kuda. Perintah ini menunjukkan agar setiap orang Islam hidup sehat dan senantiasa menjaga kesehatan.

"Ajarilah anak-anakmu berenang, memanah dan menunggang kuda." (HR. An Nasai).

Kedua, Rasulullah mengutamakan orang mukmin yang kuat.

"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah 'Azza wa Jalla daripada orang mukmin yang lemah dan lemah dari segala kebaikan." (HR. Ahmad).

Orang mukmin yang kuat juga berarti orang mukmin yang sehat, berani menegakkan kebajikan, tidak mudah ditindas orang lain, tidak tunduk pada kemunafikan dan sanggup mempertahankan harga diri. Orang mukmin yang kuat mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan tidak merugikan orang lain.

Ketiga, Rasulullah mengingatkan agar menjaga kesehatan dan kesempatan.

"Dua kenikmatan yang seringkali dilupakan banyak orang, yaitu kesehatan dan kesempatan." (HR. Bukhari).

Keempat, Rasulullah memerintahkan kita menjaga kebersihan rumah dan lingkunganya.

"Sesungguhnya Allah itu, baik menyukai kebaikan, Allah itu bersih menyukai kebersihan, Allah mulia dan menyukai kemuliaan, maka bersihkanlah halaman rumahmu dan lingkunganmu. " (HR. Muslim)

Semua perintah Nabi ini menunjukkan bahwa ummat Islam harus senantiasa memperhatikan kesehatan supaya kita semua dapat melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya dan supaya kehidupan di dalam masyarakat kita indah. Ketahuilah, tidak seorang pun yang tidak menyukai keindahan, namun seringkali kita tidak sungguh-sungguh di dalam mewujudkannya. Padahal kesehatan dan kebersihan merupakan perintah Allah, sehingga barangsiapa yang mengabaikannya pasti akan mendapatkan kerugian baik di dunia maupun di akhirat.

Tempat yang kotor dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit. Oleh karenanya kita semua perlu memahami manfaat kebersihan. Lebih khusus lagi, anak-anak perlu diajari menjaga kebersihan. Hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, merupakan akhlak anak yang sangat baik, sebab tidak semua orang membuang sampah pada tempatnya. Mereka perlu diberi teladan agar menjaga kebersihan.

Anak yang terlatih menjaga kebersihan diri, juga memungkinkan akan memiliki kepedulian menjaga lingkungannya.

Tempat yang tidak menyehatkan secara ruhani juga perlu dihindari agar hati dapat terjaga dari noda-noda lingkungan.

Lingkungan yang sehat secara rohani menunjukkan adanya hubungan keluarga yang sehat pula. Keadaan yang tidak sehat secara ruhani ditandai dengan hubungan antar tetangga yang buruk sehingga kontrol moral dan sosial antar tetangga hancur, tidak saling mengenal dan tidak saling menjaga.

Lingkungan yang aman, dapat dimulai dari dalam keluarga. Nabi mengingatkan agar orangtua tidak membiarkan anak bermain-main dengan hal yang membahayakan dan tidak bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa yang mempertunjukkan kepada saudaranya sepotong besi (untuk menakut-nakuti), maka malaikat melaknatinya, meskipun saudara itu saudara seayah-seibu (HR. Muslim).

Dalam sabdanya yang lain :

"Janganlah salah seorang diantara kalian mempertunjukkan senjata kepada saudaranya, karena dia tidak mengetahui kalau syetan mengambil tangannya sehingga terjerumus ke dalam jurang neraka." (HR. Muslim).

Demikian pula sabdanya yang lain :
"Barangsiapa menyakitkan kaum muslimin di jalan mereka, maka ia wajib menerima kutukan dari neraka." (HR. Muslim).

Semua ini mengajarkan kepada kita agar selalu berhati-hati dan mengendalikan diri dari semua tindakan yang membahayakan orang lain. Kita semua tidak ingin mendapatkan laknat Allah, karena sesungguhnya orang Islam sejati adalah orang yang dapat memelihara sesama muslim dari bahaya lisan dan tangannya. Rasulullah SAW bersabda :

"Orang Islam sejati adalah orang yang menyelamatkan sesama muslim dari lisan dan tangannya." (HR. Muslim).

Maka, jika dengan sesama muslim saja kita tidak memberikan keamanan dan rasa aman, bagaimanakah kita dapat menyebarkan salam atau kesejahteraan, keamananan dan keselamatan kepada orang lain ? Hendaknya kita semua mengambil pelajaran dari berbagai tindak kekerasan. Selebihnya kita hendaknya mendidik anak-anaknya dengan permainan yang bermanfaat, yakni bukan permainan yang berbahaya baik bagi dirinya maupun lingkungannya.
Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang menyelamatkan, damai dan penuh rahmat. Ya Allah, jadikanlah kami hamba-Mu yang senantiasa memelihara ketertitaban, kenyamanan, kebersihan dan menyebarkan kasih sayang. Amin Ya rabb a' 'alamin.

Gotong Royong Memperbaiki Lingkungan

Memperbaiki lingkungan, bukanlah semboyan; melainkan cara berpikir baru, perbaikan perilaku, pengelolaan lingkungan dan cara pandang yang yang baru. Mengapa demikian ? Memperbaiki lingkungan perlu terus dikumandangkan dalam diri kita semua. Janganlah kita menjadi orang yang mudah lupa, atau hanya ingat manakala bencana telah menimpa. Sebaliknya kita harus berjaga-jaga atau mengantisipasi agar kita terhindar dari bencana.

Saudara-saudaraku, ketahuilah bahwa lingkungan hidup tidaklah terbatas pada hutan, air ataupun tanah saja; melainkan segala hal yang ada di sekitar kehidupan kita. Demikian pula tetangga, atau orang-orang yang ada di sekitar kita.

Ketika musim hujan, kita melihat air meluber di jalan-jalan, berarti kita sedang melihat tanda-tanda kerusakan jalan-jalan, saluran air yang tidak beres dan sampah-sampah yang menutupi saluran air. Akibat saluran air yang tidak benar atau tidak ada sama sekali, jalan-jalan raya yang baru saja diperbaiki menjadi cepat rusak karena air memiliki daya rusak yang sangat kuat.

Demikian halnya ketika di rumah kita banyak nyamuk, tikus dan lalat, maka sangat mungkin kebersihan di dalam rumah kita dan sekitarnya tidak terjaga. Banyak air tergenang atau orang membuang sampah sembarangan, sehingga air yang semula bersih menjadi sarang bibit penyakit. Nyamuk dapat menyebabkan Demam Berdarah (DB), kotoran tikus dapat menyebabkan leptoriosis yang menyerang otak dan paru-paru sehingga dapat menimbulkan kematian.

Zaman ini seharusnya menjadi zaman keswadayaan masyarakat. Yaitu, kita berbuat dan berusaha mengatasi masalah lingkungan dengan kekuatan dan kesungguhan kita; bukan menyerahkan segala urusan kepada orang lain.

Dalam keswadayaan ini, yang berkuasa bukanlah orang, tetapi peraturan. Jika dulu masyarakat menyerahkan nasibnya atau segala sesuatunya pada negara dan pada tokoh-tokoh tertentu; maka pada zaman swadaya ini setiap orang harus ikut serta di dalam pembangunan; baik pembangunan agama, pendidikan, sosial, kesehatan maupun pembangunan lingkungan.

Oleh karenanya, marilah kita memperbaiki keadaan lingkungan kita dengan usaha-usaha yang nyata, antara lain :

Pertama, memulai dari diri sendiri. Kita semua tidak memerlukan hukuman, melainkan teladan. Satu perbuatan lebih baik daripada seribu peraturan atau perkataan. Marilah kita memulai dari diri sendiri misalnya, dengan menyediakan tempat sampah dan tidak membuang sampah sembarangan. Kita hindarkan sungai-sungai dari sampah-sampah agar aliran sungai menjadi lancar sehingga tidak menggenangi jalan-jalan dan perumahan.
Marilah kita beri pemahaman kepada keluarga kita untuk hidup sehat dengan memelihara kebersihan lingkungan rumah. Jika lingkungan rumah terjaga, lingkungan RT terjaga hingga linggkungan desa tertata dengan baik, maka kita akan merasakan lingkungan hidup yang nyaman dan indah.
Marilah kita beri pemahaman kepada keluarga betapa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan apabila lingkungan kita telah rusak. Karenanya, di sekolah-sekolah pun hendaknya kita memberi contoh kepada anak-anak untuk memelihara lingkungan.

Kedua, meninggalkan budaya acuh tak acuh.
Kita sadari betapa kita lebih suka menyerahkan diri pada negara. Seakan-akan kita mengatakan :"biarlah negara yang mengatur perumahan kita, lingkungan kita, tata ruang kita, jumlah anak kita dan gaya hidup kita." Segalanya diserahkan kepada negara bahkan untuk soal-soal kecil termasuk sanitasi, cara membuang sampah dan WC Umum. Adakah kita tidak ingin menolong di dalam kebaikan hidup bersama ?.

Betapa banyak masalah yang telah diakibatkan oleh karena kecerobohan dan ketidakpedulian kita. Gedung-gedung sekolah ambruk, tebing-tebing longsor, dan sampah berserakan di mana-mana, seakan-akan kita hidup dalam lingkungan yang tidak teratur, kumuh dan penuh dengan bibit penyakit. Padahal agama telah mengajarkan agar kita menjaga kebersihan, dan memandang kebersihan sebagai bagian dari iman. Oleh karenanya, lingkungan yang bersih membuktikan iman kita kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda :

"Kebersihan merupakan sebagian dari iman,"

Maka sebagai orang yang beriman, seharusnya kita lebih peduli terhadap lingkungan. Lingkungan adalah bagian dari hidup kita. Oleh karenanya, sudah seharusnya kita sendiri yang menjaga lingkungan. Saudara-saudaraku, perhatikanlah akibat yang terjadi jika semua orang mengabaikan kebersihan, ketertiban dan kemanaan lingkungannya.

Saudara-saudaraku, siapakah yang tidak menginginkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera ? Tentu tidak ada. Namun, seringkali kita malas dan menganggap segala sesuatunya sudah ada yang mengurus. Ketahuilah kebahagiaan dan kesejahteraan tidak semata-mata berasal dari harta benda yang banyak dan rumah yang bagus. Kebahagiaan dan kesejahteraan dapat diperoleh manakala kita melihat lingkungan yang baik. Namun janganlah kita mengira, lingkungan yang baik ini akan terwujud begitu saja tanpa usaha yang sungguh-sungguh dari kita semua.

Para sesepuh mengajarkan kepada kita kebijaksanaan hidup. Diantaranya adalah gotong royong membersihkan lingkungan, siskamling, bersih-bersih sungai, selokan, bersih-bersih tempat ibadah, dan sebagainya. Semua ini merupakan ibadah kepada Allah SWT yang sangat bermanfaat bagi kehidupan kita bersama.
Allah SWT mememerintahkan kita tolong menolong dalam kebaikan.

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."(Q.S.5:2)

Ketahuilah, kebajikan dan ketaqwaan yang kita lakukan, akan membebaskan kita dari bencana dunia dan akhirat. Dan marilah kita meningkatkan usaha dan kepedulian kita dalam membangun lingkungan. Allah SWT berfirman :

"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya." (Q.S. Ath-Thuur:21)