Senin, Juni 08, 2009

Menuju Kehidupan yang Tenteram

Marilah kita meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Yaitu, dengan senantiasa melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. Sebab hanya dengan iman dan taqwa inilah, manusia akan selamat di dunia dan akhirat. Insya Allah.

Seringkali kita bertanya : “mengapa dunia sedemikian rusak ?.” Pertanyaan ini muncul ketika kita merasakan bahwa dunia menjadi tidak nyaman dan aman; dunia menjadi penuh dengan permusuhan dan kehidupan penuh dengan kedengkian, bahaya, penyakit dan sebagainya.

Setidaknya ada tiga hal yang membuat kerusakan dunia ini makin parah. Ketiga-tiganya, ada dalam diri manusia. Yaitu syuhlun mutha’un, hawan mutabi’un dan I’jab al mar’i binafsihi.

Pertama, syuhlun mutha’un, ialah sifat kikir yang selalu ditaati. Naluri ini mudah bersenyawa dengan watak buruk manusia yang lebih suka menerima daripada memberi, lebih suka menuntut hak daripada menunaikan kewajiban dan membayar hak. Dari sifat ini berkembang sifat durjana; selalu ingin menguasai, merampas segalanya, dan pantang memberi kesempatan kepada orang lain. Sifat ini juga dapat menjerumuskan manusia mengingkari nikmat-nikmat dan anugerah Allah SWT serta berpaling dari sesama manusia.

Sifat kikir menumbuhkan egoisme atau mementingkan diri sendiri. Akibatnya, tidak peduli pada kepentingan orang lain. Jika sifat ini tidak dikendalikan, maka akan terjadi jurang pemisah yang makin dalam antara yang kaya dan miskin. Orang lebih suka hidup boros dan bersenang-senang daripada membantu sesama manusia.

Kedua, hawan mutabi’un. Sebenarnya hawa atau nafsu merupakan karunia Allah SWT yang sangat mulia. Dengan nafsu manusia tergerak untuk berkarya, dan menabur jasa bagi kesejahteraan manusia. Namun, sayangnya nafsu ini sering tidak digunakan untuk kebajikan. Sebaliknya nafsu dibiarkan bebas tanpa kendali. Nafsu yang demikian, adalah nafsu yang merusak. Dan jika nafsu ini ditaati, maka akibatnya sungguh mengerikan. Manusia akan lebih kejam, lebih rakus dan lebih dzalim ketimbang binatang.

Ketiga, i’jabul mar’i binafsihi. Yakni bangga diri yang bersumber dari kesombongan. Karena ujub (bangga diri) manusia merasa seolah-olah semua kebaikan miliknya. Hanya dirinyalah yang suci, taat beribadah, benar dan jujur. Ia hanya kagum kepada dirinya, tidak mau menghargai atau senang dengan kebaikan orang lain dan mengira tak ada orang lain seperti dirinya.

Betapa dahsyatnya kerusakan yang akan menimpa dunia jika ketiga sifat tersebut terkumpul dalam satu orang. Oleh karena itu Allah SWT memerintahkan agar manusia senantiasa berjuang membersihkan dari dari sifat-sifat yang dapat menimbulkan kerusakan tersebut. Allah SWT berfirman dalam Qur’an surat Asy-Syams, ayat 7-8.

“Sungguh beruntung orang yang membersihkan dirinya. Dan sungguh celaka orang yang mengotorinya dirinya.”

Firman tersebut menjelaskan bahwa siapapun yang mau membersihkan dirinya akan mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Nafsu yang baik akan mendorong manusia berpikir positif dan menggerakkan manusia untuk berbuat kebajikan. Dan akibatnya akan terasa di dalam kehidupan sehari-hari seperti timbulnya rasa aman, tenteram, tolong menolong, saling peduli dan sebagainya.

Sebaliknya nafsu yang buruk seperti kikir, menuruti hawa nafsu dan membanggakan diri sendiri, akan mendorong manusia berpikir negatif dan menggerakkan manusia untuk berbuat kerusakan. Dan akibatnya pun akan sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari seperti mudah timbul permusuhan, fitnah memfitnah, dengki, buruk sangka dan sebagainya.

Oleh karena itu, Allah SWT mengajak agar manusia segera kembali kepadaNya dalam keadaan biqalbin salim (hati yang selamat) atau nafsul muthmainnah (jiwa yang damai). Hati yang selamat dan jiwa yang damai menunjukkan bahwa ia telah melakukan perjuangan membersihkan diri dan berbuat kebajikan di dunia ini. Jika manusia mampu membersihkan diri dan senantiasa berbuat kebajikan, maka manusia akan kembali kehadiratNya dalam keadaan mendapat ridah Allah.

Ada beberapa usaha agar kita memperoleh jiwa yang diradhai Allah. Diantaranya :
· Membca Al Qur'an
· Qiyamullail atau shalat malam
· Berteman dengan orang shaleh
· Tidak kekenyangan, tidak terlalu banyak istirahat dan tidak terlalu banyak tidur
· Dzikrullah
· Taubat.

Taubat, merupakan tahap akhir untuk merontokkan segala kotoran dan karak hati kita, sehingga hati kita menjadi siap untuk menerima firman-firman Allah, menaati perintahNya dan menjauhi larangan Allah. Dalam keadaan inilah, ketenteraman dapat terwujud di dalam diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Allah SWT berfirman

"Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku."

Kehidupan yang tenteram dimulai dari jiwa yang tenang. Oleh sebab itu tak ada jalan lain agar kehidupan ini lebih tenang dan tenteram selain dengan senantiasa mengikis sifat-sifat buruk kita seperti dengki, tidak berbelas kasih, mau menang sendiri, kasar dan amarah.

Wahai saudaraku, kehidupan ini tidak akan menjadi tenteram karta raharja manakala dalam diri kita tumbuh kedzaliman, kasar dan sifat-sifat buruk lainnya. Kikislah sifat buruk ini dengan merasa hamba Allah, sebab manusia tidak lebih dari setitik air hina dan seonggok daging yang kelak ditimbun tanah serta menjadi santapan cacing tanah.

Demikianlah khutbah jum’at ini. Semoga dengan firman-firman Allah diatas, kita semakin giat di dalam menambah sifat-sifat baik, dan mengiurangi sifat-sifat buruk, sehingga kita dapat pulang ke hadirat Ilahi Rabbi dalam keadaan di ridhai. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar