Selasa, Juni 09, 2009

Pendidikan Lingkungan di Dalam Keluarga

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memanfaatkan lingkungan secara positif telah dapat mensejahterakan manusia. Tetapi di sisi lain, telah pula terjadi kerusakan lingkungan hidup. Hal ini merupakan kenyataan yang dapat kita saksikan sehari-hari. Adanya pupuk kimiawi, mampu memacu hasil pertanian. Namun pestisida dan pupuk kimiwai ini tidak hanya membunuh hama penyakit, tetapi juga makhluk hidup lainnya yang diperlukan untuk menjaga kesuburan tanah. Adanya pertambahan penduduk, memacu manusia untuk membuka lahan-lahan pertanian baru, namun seringkali tidak memperhatikan masa depan lingkungan, sehingga yang terjadi adalah keruskan lingkungan.

Pada saat ini, kita bisa memperoleh segala sesautu dari alam; dari hutan, dari bahan-bahan tambang seperti BBM, emas, perak, tembaga, gas, pasir, batu-batuan dan sebagainya. Namun jika kegiatan ini kita lakukan dengan serakah, sudah pasti anak cucu kita akan menanggung penderitaan. Mereka akan sangat kekurangan sumber alam yang dibutuhkan.

Keterbatasan dan kerusakan lingkungan menjadi bukti bahwa pada suatu waktu baik sementara ataupun permanent, manusia akan mengalami berbagai macam kekurangan atau keterbatasan. Misalnya, udara kurang bersih, air kotor, jumlah air berkurang, Bahan Bakar Minyak (BBM) sulit didapat, cuaca menjadi sangat panas, timbulnya longsor, banjir, dan kekurangan bahan makanan.

Sesungguhnya untuk mengatasi keterbatasan alam ini, kita memerlukan nilai-nilai atau budi pekerti berupa kebijaksanaan lingkungan.

Zaman dahulu, kita mengenal adanya "pantangan" atau "tabu" dan larangan-larangan tertentu terhadap lingkungan. Misalnya orang tidak boleh menebang pohon yang besar karena ada makhluk halusnya. Sehingga tidak jarang ada yang memberikan sesaji pada pohon-pohon besar, sumber mata air, sedekah bumi, sedekah laut dan sebagainya.

Nilai-nilai ini merupakan akhlak yang harus kita kenalkan generasi kita. Nilai-nilai tradisional ini sangat bermanfaat di dalam menyadarkan diri kita agar kita memahami peran dan jasa alam bagi kehidupan kita.

Pohon yang besar, tidak boleh ditebang, bukan karena ada makhluk halusnya; melainkan karena kemampuan pohon itu menyerap racun udara, kemampuan menyimpan air, dan menjadikan udara sejuk. Dengan demikian, tabu atau larangan-larangan terhadap lingkungan merupakan kebijaksanaan yang terbukti dapat mengendalikan perilaku manusia terhadap lingkungan. Karena memahami tabu dan patuh pada larangan-larangan inilah, kita semua terhindar dari laknat alamiah seperti banjir, kekeringan, meluasnya hama, erosi dan banjir. Oleh karenanya, janganlah kita menganggap tabu atau larangan-larangan ini sebagai takhyul; namun hendaknya menjadi dasar dari sikap dan kesadaran lingkungan kita semua.

Saudara-saudaraku, berbuat baik terhadap binatang dan tumbuh-tumbuhan dapat menjaga sikap manusia dari kerakusan terhadap sumber-sumber alam. Anak-anak perlu mendapatkan pemahaman bahwa alam ini akan menjadi bencana bagi manusia apabila manusia tidak memperlakukannya dengan baik.

Berbuat baik kepada alam berarti bertanggungjawab terhadap alam sekitarnya, sehingga tidak melakukan perbuatan yang merusak alam.

Perhatikanlah saudara-saudaraku jika hutan gundul. Air hujan tidak terserap dengan sempurna oleh tanah. Akibatnya banjir dan longsor. Tanaman hancur, gagal panen, rumah-rumah diterjang banjir dan sebagainya. Hutan gundul juga mengakibatkan iklim yang tidak seimbang; hawa panas, dan aliran sungai tak terkendali sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hujan yang seharusnya menjadi rahmat, justru menjadi laknat.

Umpamanya saudara-saudara kita yang hidup di Kalimantan. Sungai-sungai di Kalimantan merupakan jalur transportasi yang penting. Bahan-bahan makanan dan kebutuhan hidup masyarakat diangkut melalui jalur transportasi air. Akan tetapi karena sungainya dangkal atau sangat meluap, perahu-perahu tidak berjalan, sehingga kehidupan masyarakat sangat terganggu. Mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ketahuilah suadara-saudaraku, segala hal yang ada di alam ini, akan menceritakan kebaikan dan keburukan manusia kepada Allah. Imam Turmudzi meriwayatkan bahwa sehubungan dengan alam semesta ini, Nabi membaca surat Az Zalzalah ayat, 4 :

"pada hari itu bumi menceritakan beritanya," Kemudian Rasulullah SAW bersabda :

"Sesungguhnya berita-berita bumi adalah dia menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan hamba-Nya kepada bumi. Bumi memberitakan :"amal hari ini begini, begini, dan begini." Demikian pemberitaannya. (HR. Turmudzi).

Firman Allah dalam surat Az Zalzalah dan sabda Rasulullah SAW ini mempertegas keharusan manusia untuk memiliki akhlak atau budi pekerti terhadap lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kelak di akhirat mereka akan mengatakan segala hal yang telah kita lakukan terhadap mereka. Betapa banyak dosa-dosa yang kita tanggung dan betapa pedihnya siksa yang akan menimpa kita, jika ternyata kita tidak berbuat baik kepada lingkungan.

Segala hal yang diperoleh di dunia ini, tidak akan mencukupi untuk menebus kesalahan-kesalahan kita sebagaimana dinyatakan dalam surat Asy Syu'ara, ayat 88-89: " (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." Bersyukurlah kita semua masih diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Jika sekarang hutan telah dunul, maka sekarang juga kita bisa melakukan penghijauan dan penanaman.

Pendidikan lingkungan di dalam keluarga diperlukan supaya :
Pertama, setiap keluarga memahami karuni Allah yang sangat besar berupa sumber-sumber alam. Dengan merenungkan kegunaan air, udara, tanah, tumbuh-tumbuhan dan segala ciptaanNya ini, kita akan merasakan keagungan Tuhan.

Kedua, memberikan pemahaman atas akibat-akibat yang ditimbulkan apabila kita berbuat semena-mena terhadap lingkungan.

Ketiga, memahami perlunya hidup aman, sehat, rapi dan indah.

Keempat, memberikan dorongan kepada anak-anak agar bertanggungjawab terhadap lingkungannya.

Tanpa pendidikan lingkungan, kita tidak bisa berharap adanya perubahan perilaku masyarakat. Proses pendidikan lingkungan ini tidak terbatas pada pendidikan formal seperti di sekolah dan pondok pesantren, melainkan juga dapat dilakukan di dalam keluarga.

Melalui penanaman nilai dan sikap serta pengembangan ketrampilan terhadap lingkungan, kita; khususnya generasi muda akan memiliki kemampuan mengambil keputusan dan meningkatkan kesadaran dalam pembangunan lingkungan. Pendidikan ini merupakan modal dan landasan untuk memelihara serta memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat terwujud. Maka marilah kita mulai segala kebajikan dari dalam keluarga. Mudah-mudahan Allah merahmati keluarga kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar